Suntik dan Infus Apakah Membatalkan?
Foto Ilustrasi.--
Menurut pendapat kedua, hukumnya tidak membatalkan puasa secara mutlak, sebab sampainya hal tersebut tidak melalui lubang tubuh yang terbuka.
Sementara itu, menurut pendapat ketiga yang menjadi pendapat ashah hukumnya diperinci:
BACA JUGA:Ini Nih! Fitur-Fitur Unggulan iPhone 14 Pro Max yang Wajib Diketahui!
BACA JUGA:Jangan Beli iPhone 14 Pro Max Sebelum Membaca Ini!
Jika sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuh itu masuk dalam kategori nutrisi penyuplai makanan (pengganti makanan), atau bukan nutrisi namun masuknya melalui urat nadi atau otot yang terbuka dan mengarah ke dalam perut maka hukumnya dapat membatalkan puasa.
Jika bukan demikian, maka hukumnya tidak membatalkan puasa.
Ketiga pendapat ini terangkum dalam kitab At-Taqriratus Sadidah yang ditulis oleh Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al-Kaff:
حُكْمُ الْإِبْرَةِ: تَجُوْزُ لِلضَّرُوْرَةِ، وَلَكِنْ اخْتَلَفُوْا فِي إِبْطَالِهَا لِلصَّوْمِ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ أَقُوْلُ: فَفِيْ قَوْلٍ: إِنَّهَا تُبْطِلُ مُطْلَقًا؛ لِأَنَّهَا وَصَلَتْ إِلَى الْجَوْفِ. وَفِي قَوْلٍ: إِنَّهَا لَا تُبْطِلُ مُطْلَقًا؛ لِأَنَّهَا وَصَلَتْ إِلَى الْجَوْفِ مِنْ غَيْرِ مَنْفَذٍ مَفْتُوْحٍ. وَقَوْلٌ فِيْهِ تَفْصِيْلٌ وَهُوَ الْأَصَحُّ إِذَا كَانَتْ مَغْذِيَةً فَتُبْطِلُ الصَّوْمَ وَإِذَا كَانَتْ غَيْرَ مَغْذِيَةٍ فَنَنْظُرُ إِذَا كَانَتْ فِيْ الْعُرُوْقِ الْمُجَوَّفَةِ وَهِيَ الْأَوْرَدَةُ فَتُبْطِلُ، وَإِذَا كَانَ فيِ الْعَضَلِ وَهِيَ الْعُرُوْقُ غَيْرِ الْمُجَوَّفَةِ فَلَا تُبْطِلُ
BACA JUGA:Perbandingan Samsung S21 5G vs IPhone 13: Mana yang Terbaik?
BACA JUGA:Ini Posisi Klasemen Timnas Indonesia di Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026
Artinya, “Hukum suntik diperbolehkan karena kondisi darurat, akan tetapi ulama berselisih pendapat dalam membatalkan puasa sebab perkara tersebut dalam tiga pendapat: Suntik membatalkan puasa secara mutlak, sebab dapat sampai ke perut.
Tidak membatakan secara mutlak sebab sampainya ke perut tidak memalui jalur lubang yang terbuka. Pendapat yang di dalamnya terdapat perincian. Pendapat ini merupakan ashah. Yakni: Jika hal tersebut (menancapkan jarum) bersifat menguatkan atau memberi asupan maka dapat membatalkan puasa; sedangkan apabila tidak demikian maka dilihat, (a) jika jarum itu ditancapkan di otot yang terbuka (urat nadi) maka dapat membatalkan, sedangkan (b) jika di otot yang tidak terbuka maka tidak membatalkan.” (Hasan bin Ahmad bin Muhammad Al-Kaff, At-Taqrirat As-Sadidah fil Masail Al-Mufidah [Tarim: Dar Al-Ulum Al-Islamiyyah], halaman 452)
Kendati demikian, Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri (wafat 1422 H) dalam kitabnya Syarhul Yaqutun Nafis mengutip pernyataan sebagian ulama bahwa penggunaan suntik semacam ini tidak masuk melalui jalur yang semestinya, sehingga perkara tersebut tidak sampai membatalkan puasa:
أَمَّا حُكْمُ اْلإِبْرَةِ قَالُوْا إِنَّ اْلإِبْرَةَ الَّتِي يُحْقَنُ بِهَا اْلمَرِيْضُ تَمُرُّ بِاْلعُرُوْقِ وَتَصِلُ إِلَى اْلجَوْفِ فَتَفْسُدُ اْلصَّوْمَ. لَكِنْ قَالَ بَعْضُ اْلعُلَمَاءِ: كُلُّ مَا يَدْخُلُ إِلَى اْلجِسْمِ مِنْ مَنْفَذٍ غَيْرِ طَبِيْعِيٍّ فَإِنَّهُ لاَ يَبْطُلُ بِهِ اْلصَّوْمُ
Artinya, “Adapun hukum jarum dikatakan bahwa sesungguhnya jarum yang disuntikkan pada orang yang menderita sakit dan melalui otot yang terbuka (urat nadi) serta sampai pada rongga tubuh maka puasanya batal. Akan tetapi, sebagian ulama menyatakan bahwa setiap perkara yang masuk tubuh dari jalur yang tidak normal maka hal tersebut hukumnya tidak membatalkan puasa.” (Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syathiri, Syarhul Yaqutun Nafis fi Mazhabi Ibni Idris [Jeddah: Dar Al-Minhaj], halaman 307).