HARIANMUBA.BACAKORAN.CO - Saat bulan suci Ramadhan datang, ada banyak sekali pertanyaan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Di antaranya adalah persoalan donor darah. Dalam keadaan puasa, apakah donor darah dapat membatalkan ibadah tersebut?
Donor darah adalah proses pengambilan darah seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah sebagai stok darah untuk kemudian digunakan untuk transfusi darah.
Proses donor darah tidak bisa dilepaskan dari injeksi pada bagian tubuh. Hal inilah yang menjadi dasar munculnya pertanyaan tersebut.
BACA JUGA:6 Wilayah Kecamatan di Muba Masuk Dalam DOB Kabupaten Muba Timur, Ini Daftarnya
BACA JUGA:Jelang MTQ XXX Tingkat Provinsi Sumsel, Pj Sekda Muba Pastikan Sukses Acara, Tinjau Lokasi MTQ
Sebagaimana dilansir dari NU Online, donor darah tidak lebih merupakan proses melukai tubuh yang tidak mempengaruhi keabsahan puasa seseorang, sama seperti melukai tubuh dengan batu, jarum, pisau, atau benda-benda lainnya.
Bedanya adalah kalau donor darah itu tidak haram sebab dibenarkan syariat karena melukai tubuh berdasarkan kebutuhan yang dibenarkan secara syariat, sedangkan melukai tubuh tanpa adanya tujuan yang jelas hukumnya adalah haram.
Bila merujuk pendapat mayoritas ulama, maka persoalan menjadi jelas bahwa donor darah tidak membatalkan puasa sebagaimana hijamah (bekam).
Demikian pula ketika berpijak dari pendapat Hanabilah, donor darah tidak membatalkan puasa. Menurut mayoritas Ulama Madzahib al-Arba’ah, bekam tidak membatalkan puasa, sedangkan menurut mazhab Hanabilah membatalkan puasa, baik bagi orang yang membekam atau yang dibekam.
BACA JUGA:Hindari Hama Tikus, BPTPH Provinsi Sumsel Bangun 5 Unit Rumah Burung Hantu
BACA JUGA:Datangi Panti Sosial ABH dan Lansia, Siddokes Polres Ogan Ilir Berikan Pengobatan Gratis
Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti, salah seorang pembesar ulama Hanabilah, membedakan antara hijamah dan tindakan melukai tubuh lainnya, sebagaimana ia tulis dalam kitab monumentalnya, Kassyaf al-Qina’ (2/320).
Menurutnya, melukai tubuh dengan selain hijamah tidak dapat membatalkan puasa karena dua alasan, (1) tidak ada nashnya dan (2) tidak didukung analogi (qiyas) yang mapan.
Sementara itu, Syekh Wahbah al-Zuhaili mengomparasikan berbagai mazhab dan mengklasifikasi tindakan melukai tubuh selain hijamah ke dalam hal-hal yang tidak dapat membatalkan puasa.