PALEMBANG, harianmuba.bacakoran.co – Adanya pertemuan antara Kapolda Sumatera Selatan dengan tokoh masyarakat Musi Banyuasin yakni M Toha, ternyata menjadi sorotan untuk memberikan kejelasan terkait maraknya kegiatan refinery illegal atau pengolahan minyak ilegal di Musi Banyuasin.
Dalam pertemuan tersebut, M Toha, mengungkap alasan di balik kecenderungan masyarakat Muba untuk menjual minyak mentah mereka ke perusahaan refinery illegal.
Menurutnya, mayoritas penjual minyak tersebut adalah pendatang, bukan penduduk asli Sumatera Selatan.
Penting untuk dicatat bahwa di wilayah tempat tinggal Toha sendiri, di Desa Sungai Angit, Muba, Sumsel, dijamin tidak terdapat lokasi refinery illegal.
Meskipun Toha mengalami intimidasi berulang kali dari pihak yang menolak kebijakan tersebut.
Toha juga menyampaikan data produksi minyak rakyat di Kabupaten Muba, mencapai 10.000 barrel per hari atau sekitar 1.590.000 liter.
Namun, nilai yang masuk ke BUMD Petromuba hanya sekitar 1.500 barrel atau sekitar 238.500 liter.
Jumlah ini meningkat signifikan setelah Polda Sumsel melakukan penertiban terhadap refinery illegal, yang sebelumnya hanya mencapai sekitar 400 barrel per hari.
Keputusan masyarakat menjual minyak mentah ke refinery illegal dipengaruhi oleh harga jual yang lebih tinggi dibandingkan yang dibayarkan oleh BUMD Petromuba.
Selisih harga tergantung pada fluktuasi harga Indonesia Crude Price (ICP). Sebagai contoh, ketika harga ICP sebesar 80 USD per barrel, jumlah yang diterima BUMD Petromuba dari Pertamina sekitar 70 persen dari harga ICP, atau Rp. 5.283,- per liter dengan kurs Rp. 15.000,- per USD.
Sementara itu, BUMD Petromuba membayar kepada masyarakat sekitar 82 persen dari jumlah yang diterima dari Pertamina, atau sekitar Rp. 4.332,- per liter.
Dalam skenario ini, minyak mentah yang dijual ke refinery illegal dapat mencapai harga Rp. 6.000,- per liter.
Sebelumnya, Kapolda Sumsel Irjen Pol Rachmad Wibowo menegaskan komitmen untuk menindak tegas pelaku refinery illegal dan pergudangan yang mencampur minyak hasil sulingan dengan minyak subsidi.
Kapolda juga memahami kompleksitas pertambangan minyak rakyat, yang melibatkan sekitar 7.000 sumur dan 35.000 pekerja.
Dalam waktu dekat, Kapolda Sumsel berencana melakukan konsolidasi dengan BUMD Petromuba, Pertamina, dan SKK Migas untuk mencari solusi terbaik bagi masyarakat dan pemerintah.
Kapolda juga memerintahkan Kapolres di bawahnya untuk menindak tegas SPBU dan para pelansir BBM Subsidi yang dicurigai digunakan sebagai campuran minyak hasil produksi refinery illegal.
Perkembangan selanjutnya menanti diterbitkannya regulasi dari pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, sebagai langkah konkret untuk mengatasi permasalahan kompleks ini. (*)