KORANHARIANMUBA.COM - Tingginya intensitas curah hujan di wilayah Kecamatan Sanga Desa pada akhir September 2024 berdampak signifikan terhadap produksi getah karet para petani. Hujan yang sering mengguyur terutama di pagi hari menyebabkan aktivitas penyadapan terhambat, sehingga produksi karet menurun drastis dibandingkan bulan sebelumnya.
Nurgaya (48), seorang petani karet asal Desa Ngunang, mengungkapkan bahwa dalam satu minggu, ia bisa tidak melakukan penyadapan selama tiga hari akibat hujan yang terus menerus sejak malam hingga pagi hari. Kondisi ini membuat produksi getah karet yang dihasilkannya menurun drastis.
Penyadapan karet ini memang serba salah. Saat kemarau, getah karet tidak mengalir dengan baik. Namun, di musim hujan seperti ini, kami sering tidak bisa menyadap karena hujan turun sejak malam sampai pagi. Dalam seminggu, pernah sampai tiga hari tidak menyadap karena hujan, jelas Nurgaya Senin 30 September 2024.
Akibat dari kondisi cuaca tersebut, Nurgaya mengaku produksinya menurun sekitar 30 hingga 40 persen. Biasanya, ia menjual hasil getah karet dua kali dalam seminggu dengan rata-rata berat 40 kg. Namun, kini untuk mencapai hasil yang sama, ia harus menunggu hingga 10 hingga 14 hari.
BACA JUGA:Live Podcast Radio Gema Randik, Hj Asna Aini Apriyadi Beberkan Keberhasilan Menjadi Seorang Pimpin
BACA JUGA:Libatkan Seniman dan Sejarawan, Pemkot Palembang Hidupkan Kembali Tiga Wisata Heritage di BKB Ini
Penurunan produksi ini juga diperparah oleh harga getah karet yang tak kunjung membaik. Menurut Yanto, petani karet asal Kelurahan Ngulak 1, harga karet di tingkat pengepul saat ini hanya berada di angka Rp 7.500 per kilogram, jauh dari harga yang pernah mencapai Rp 11.000 per kilogram pada tahun 2009.
Harga karet sudah lima tahun ini tidak naik signifikan, hanya berkisar antara Rp 6.000 hingga Rp 7.500 per kilogram. Padahal dulu pada tahun 2009, harganya bisa mencapai Rp 11.000 per kilogram, ungkap Yanto.
Yanto dan para petani lainnya berharap pemerintah dapat memperhatikan nasib mereka dengan memberikan solusi agar harga karet bisa kembali naik. Mereka merasa bahwa harga karet yang rendah saat ini membuat kesejahteraan petani karet sulit tercapai.
Harapannya pemerintah bisa memperhatikan nasib petani karet ini. Kalau harga karet tidak naik dan hanya berkisar di Rp 7.000, kapan petani karet akan sejahtera? Kami berharap harga karet bisa naik seperti dulu, ucap Yanto.
Harapan serupa juga diungkapkan oleh Rodi (35), warga Kelurahan Ngulak 1, yang berharap ada perubahan harga karet pada tahun 2024 ini.
Semoga tahun ini ada perubahan terhadap harga karet, karena sudah sepuluh tahun ini harga mentok di Rp 7.500, ujar Rodi.(*)