Delapan Kekayaan Intelektual Komunal Bangka Barat Resmi Tercatat di Kemenkumham

Delapan Kekayaan Intelektual Komunal Bangka Barat Resmi Tercatat di Kemenkumham --
KORANHARIANMUBA.COM – Sebanyak delapan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kabupaten Bangka Barat kini telah resmi tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum dan HAM. Pencapaian ini menjadi langkah penting dalam melindungi dan melestarikan warisan budaya yang dimiliki masyarakat setempat.
Kepala Divisi Yankum Kanwil Kemenkumham Bangka Belitung, Kaswo, menjelaskan bahwa KIK merupakan bentuk kekayaan intelektual yang dimiliki bersama oleh komunitas atau masyarakat. KIK memiliki nilai ekonomi yang dapat dikembangkan, tetapi tetap harus menghormati dan menjaga nilai-nilai moral, sosial, serta budaya bangsa.
KIK mencakup berbagai kategori, di antaranya: Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Indikasi Asal dan Potensi Indikasi Geografis.
BACA JUGA:Marc Marquez Dominasi Sprint Race MotoGP Argentina 2025, Puncaki Klasemen
BACA JUGA:Purwokerto Half Marathon 2025 Siap Digelar, Targetkan 8.000 Peserta
Salah satu ekspresi budaya tradisional yang tercatat adalah Perang Ketupat, tradisi yang telah ada sejak abad ke-19 dan rutin dilakukan masyarakat Tempilang, Bangka Barat, menjelang Ramadan. Dalam prosesi ini, warga saling melempar ketupat sebagai simbol pengusiran makhluk halus dan penolakan bala, serta sebagai bentuk doa untuk keselamatan dan perlindungan.
Selain itu, terdapat juga Sedekah Gunung Pelangas, tradisi yang dilakukan oleh masyarakat adat Jerieng di Kecamatan Simpang Teritip. Ritual ini berupa upacara taber gunung, di mana masyarakat membawa air beras, kunyit, dan tumbuhan khas sebagai bagian dari prosesi doa untuk menolak bala dan memohon berkah.
Selain tradisi adat, Bangka Barat juga kaya akan pengetahuan tradisional dalam bidang kuliner, salah satunya adalah Pantiaw Ubi dari Desa Sungaibuluh, Kecamatan Jebus. Kuliner ini berbentuk mie kenyal yang terbuat dari ubi kayu atau singkong, disajikan dengan kuah ikan khas. Perbedaannya dengan pantiaw berbahan beras atau gandum terletak pada bahan baku dan proses pembuatannya, yang memberikan cita rasa khas dan unik.
Kakanwil Kemenkumham Kepulauan Bangka Belitung, Harun Sulianto, menegaskan bahwa pencatatan KIK bertujuan untuk melindungi kekayaan budaya dari klaim pihak lain serta memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
"Kekayaan Intelektual Komunal ini adalah identitas masyarakat Bangka Belitung. Kami berharap pemerintah daerah dapat mendukung promosi dan pengembangan KIK ini, sehingga bisa memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal," ujar Harun.
Harun juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam menjaga serta mengembangkan KIK yang telah terdaftar. Dengan promosi yang tepat, KIK dapat menjadi sumber ekonomi baru sekaligus memperkenalkan budaya Bangka Belitung ke tingkat nasional maupun internasional.
Pemerintah diharapkan terus memberikan dukungan agar lebih banyak warisan budaya dari berbagai daerah di Indonesia yang bisa terdaftar dan terlindungi secara hukum. Pencatatan delapan KIK dari Bangka Barat ini menjadi langkah maju dalam pelestarian dan pengakuan kekayaan budaya lokal.(*)