Revisi UU ASN 2025: Tunda Tenggat Waktu Honorer? Pemerintah Beri Sinyal Tunggu Draf DPR

Apakah Revisi UU ASN Akan Mengbah tenggat waktu penyelesaian masalah honorer (Foto Ist)--
KORANHARIANMUBA.COM,- Masa depan penataan tenaga honorer atau non-ASN kembali menjadi sorotan seiring dengan inisiasi revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah revisi UU ASN ini akan mengubah ketentuan krusial mengenai tenggat waktu penyelesaian masalah honorer yang tertuang dalam Pasal 66?
Pasal 66 UU ASN secara tegas menyatakan, "Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak undang-undang ini mulai berlaku instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN." Ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi upaya pemerintah untuk menata status jutaan tenaga honorer di seluruh Indonesia.
Menanggapi inisiatif revisi UU ASN dari DPR RI, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan masukan setelah menerima materi Rancangan Undang-Undang (RUU) revisi secara resmi dari parlemen.
BACA JUGA:Kondisi Jalan Sungai Lilin - Keluang Kian Memprihatinkan, Kemacetan Panjang Kembali Terjadi
BACA JUGA:Rincian Harga dan Varian Lengkap iPhone 16 Series di Indonesia
"Kalau tidak salah itu inisiatif DPR ya. Saya belum tahu materinya apa," ujar Menteri Rini, Kamis 17 April 2025.
Lebih lanjut, Menteri Rini menjelaskan bahwa Kementerian PANRB akan menyesuaikan sikap dan potensi usulan yang akan diajukan, termasuk terkait penyelesaian tenaga honorer, pola rekrutmen ASN, dan sistem kerja yang lebih fleksibel, dengan materi RUU yang diterima secara formal dari DPR.
"Tergantung materinya. Tentunya nanti kami pun akan memberikan masukan jika sudah kami terima dengan resmi," imbuhnya.
Selain isu honorer, revisi UU ASN yang diinisiasi DPR RI juga mencakup potensi perubahan signifikan terkait kewenangan presiden dalam mengangkat, memindahkan, hingga memberhentikan pejabat tinggi di tingkat pusat hingga daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin memberikan catatan terkait hal ini, menyoroti pentingnya semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang selama ini dianut Indonesia.
Arse menjelaskan bahwa meskipun secara administrasi pemerintahan kewenangan tersebut pada dasarnya berada di presiden sebagai kepala pemerintahan, namun karena Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut asas otonomi, kewenangan tersebut didelegasikan kepada kepala daerah. Rencana penambahan kewenangan presiden ini dinilai berpotensi tidak sesuai dengan prinsip desentralisasi.
BACA JUGA:OPPO Reno 8Z 5G Semakin Ekonomis: Opsi Ponsel Baru dengan Spesifikasi Kompeten
BACA JUGA:Tak Hanya Segar, Jambu Bol Ternyata Efektif Jaga Kesehatan Mata dan Tulang Kuat!
Hingga saat ini, Komisi II DPR RI belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai kapan pembahasan RUU revisi UU ASN akan dimulai. Draf RUU tersebut masih dalam tahap penyempurnaan oleh Badan Keahlian DPR RI.
Jika revisi ini disahkan, presiden akan memiliki kendali langsung terhadap sejumlah jabatan tinggi, termasuk Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (yang saat ini sudah menjadi kewenangan presiden) seperti Direktur Jenderal, Sekretaris Daerah Provinsi, Inspektur Jenderal, Deputi di lembaga non-kementerian, dan Staf Ahli Menteri. Selain itu, revisi ini juga berpotensi memberikan kewenangan langsung kepada presiden atas Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, termasuk Kepala Dinas di provinsi dan kabupaten/kota (seperti Dinas Pendidikan, Kesehatan, PU), Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota, Kepala Biro di kementerian, dan Direktur di bawah Dirjen.