Mengenal La Galigo, Epos Agung Peradaban Bugis dan Pusaka Dunia Tak Benda

--

KORANHARIANMUBA.COM- Di jantung kepulauan Nusantara, terhampar sebuah permata sastra yang tak ternilai harganya: La Galigo.

Bukan sekadar kisah, melainkan sebuah epos agung yang merekam jejak peradaban Bugis kuno, mencakup mitologi, genealogi, hukum adat, ritual, dan nilai-nilai filosofis yang membentuk identitas sebuah bangsa.


--

La Galigo adalah mahakarya sastra dunia, diakui UNESCO sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World) pada tahun 2011, menegaskan statusnya sebagai salah satu pusaka tak benda terpenting umat manusia.

BACA JUGA:Menggali Sejarah Jung Jawa, Mahakarya Bahari Nusantara yang Hilang

BACA JUGA: Mengenal Suku Anak Dalam, Penjaga Rimba yang Kian Terpinggirkan

La Galigo adalah epos mitologis penciptaan dari masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan, Indonesia. Berbeda dengan epos-epos lain yang umumnya berbentuk narasi tunggal, La Galigo adalah kumpulan teks panjang yang mengisahkan asal-usul manusia, para dewa dan pahlawan, serta perkembangan masyarakat Bugis dari masa-masa awal hingga terbentuknya kerajaan-kerajaan.

Teks ini ditulis dalam bahasa Bugis kuno, sering disebut juga sebagai bahasa Bugis klasik atau sure’ galigo, menggunakan aksara Lontara.

La Galigo tidak memiliki satu naskah induk yang lengkap dan tunggal. Sebaliknya, ia terdiri dari berbagai fragmen dan versi yang tersebar di berbagai manuskrip di Indonesia dan Eropa. Ini mencerminkan sifatnya sebagai tradisi lisan yang hidup dan terus diwariskan dari generasi ke generasi sebelum akhirnya banyak yang dibukukan.

Secara umum, La Galigo mengisahkan tentang dunia tengah (Akkajang ri Lino), dunia atas (Boting Langi’), dan dunia bawah (Peretiwi). Kisah dimulai dengan penciptaan dan kedatangan manusia pertama dari dunia atas, Batara Guru, yang turun ke bumi untuk mendirikan kerajaan.

Kemudian, epos ini mengikuti perjalanan hidup keturunannya, termasuk Sawerigading, tokoh sentral yang paling dikenal.

Bagian-bagian penting dari La Galigo meliputi:

Mitos Penciptaan: Menggambarkan bagaimana dunia dan manusia pertama diciptakan oleh para dewa di Boting Langi’.

Genealogi Bangsawan: Memaparkan silsilah para raja dan bangsawan Bugis yang konon berasal dari dewa-dewi, memberikan legitimasi ilahi pada kekuasaan mereka.

Kisah Sawerigading: Ini adalah bagian yang paling terkenal. Sawerigading adalah pahlawan utama yang melakukan berbagai petualangan epik, termasuk perjalanan ke dunia bawah, pelayaran jauh, dan pertempuran. Kisah cintanya dengan We Tenriabeng, saudara kembarnya, yang kemudian ditolak karena dianggap inses, adalah salah satu elemen dramatis yang menonjol. Ia kemudian berlayar mencari jodoh ke negeri Cina dan bertemu We Cudai.

Hukum Adat dan Ritual: Teks ini juga memuat berbagai aturan adat, ritual, dan praktik keagamaan Bugis kuno, memberikan wawasan tentang sistem sosial dan kepercayaan mereka.

Filosofi Hidup: Mengandung ajaran-ajaran tentang moralitas, kepemimpinan, hubungan antarmanusia, dan konsep takdir dalam pandangan dunia Bugis.

La Galigo ditulis dalam bahasa Bugis kuno yang kaya akan metafora, perumpamaan, dan gaya bahasa yang indah. Bahasa ini berbeda dengan bahasa Bugis modern, sehingga membutuhkan keahlian khusus untuk menerjemahkan dan memahaminya.

Aksara yang digunakan adalah Lontara, sebuah sistem penulisan tradisional yang juga digunakan untuk berbagai naskah Bugis lainnya. Keindahan bahasa dan kekayaan isinya menjadikan La Galigo sebagai sumber studi yang tak habis-habisnya bagi filolog, antropolog, dan sejarawan.

Di masa lalu, La Galigo tidak hanya dibaca, tetapi juga dilakonkan dalam bentuk pertunjukan ritual yang disebut Mappalong Asu atau Mappurung Sawerigading. Pertunjukan ini bisa berlangsung berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, dengan diiringi musik dan tarian.

Para penutur (pajung) melantunkan bait-bait La Galigo dari ingatan, diiringi oleh instrumen musik tradisional seperti suling dan gendang. Tradisi ini kini sangat jarang ditemui, namun upaya revitalisasi terus dilakukan untuk melestarikan bentuk seni pertunjukan ini.

Signifikansi La Galigo sangat luas, mencakup beberapa aspek:

 * Sejarah dan Antropologi: Sebagai sumber primer, La Galigo memberikan gambaran mendalam tentang peradaban Bugis kuno, struktur masyarakat, sistem kepercayaan, dan praktik budayanya. Meskipun berisi unsur mitos, banyak ahli meyakini bahwa ia mengandung cikal bakal sejarah Bugis.

 * Sastra Dunia: La Galigo adalah salah satu epos terpanjang di dunia, bahkan melebihi panjang Mahabharata atau Iliad dan Odyssey. Kekayaan narasi, kompleksitas karakter, dan kedalaman filosofisnya menempatkannya sejajar dengan mahakarya sastra global lainnya.

 * Identitas Budaya: Bagi masyarakat Bugis, La Galigo adalah inti dari identitas budaya mereka. Kisah-kisah di dalamnya membentuk pandangan dunia mereka, memberikan inspirasi, dan menjadi fondasi bagi nilai-nilai adat yang dipegang teguh.

 * Pelestarian Bahasa: La Galigo adalah monumen bagi bahasa Bugis kuno. Upaya penerjemahan dan pengkajiannya membantu melestarikan bahasa yang kini hanya dikuasai oleh sebagian kecil penutur.

 * Warisan Dunia: Pengakuan UNESCO sebagai Warisan Ingatan Dunia adalah bukti nyata akan nilai universal La Galigo bagi kemanusiaan, menyerukan upaya kolektif untuk melestarikannya.

Meskipun memiliki nilai yang tak terhingga, La Galigo menghadapi tantangan besar. Banyak manuskrip yang tersebar dan belum sepenuhnya dikaji, generasi penutur asli semakin berkurang, dan minat kaum muda terhadap sastra kuno menurun.

Berbagai lembaga dan individu telah melakukan upaya pelestarian:

Penerjemahan dan Publikasi: Berbagai fragmen La Galigo telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa asing (terutama Inggris dan Belanda) oleh para sarjana, memungkinkan akses yang lebih luas.

Digitalisasi Manuskrip: Manuskrip-manuskrip La Galigo yang tersimpan di perpustakaan di seluruh dunia sedang didigitalisasi untuk mempermudah akses peneliti dan masyarakat umum.

Kajian Akademik: Universitas dan peneliti terus melakukan kajian mendalam terhadap La Galigo dari berbagai sudut pandang (filologi, sejarah, antropologi, sastra).

Revitalisasi Seni Pertunjukan: Seniman dan budayawan berupaya merevitalisasi pertunjukan La Galigo agar tetap hidup dan dikenal oleh generasi muda. Salah satu upaya yang paling menonjol adalah pertunjukan "I La Galigo" yang disutradarai oleh Robert Wilson, yang telah dipentaskan di panggung-panggung internasional.

Pendidikan: Memasukkan La Galigo dalam kurikulum pendidikan lokal dan nasional untuk menumbuhkan kesadaran dan minat pada generasi muda.

La Galigo adalah lebih dari sekadar epos; ia adalah cerminan jiwa dan peradaban Bugis yang agung. Sebagai warisan tak benda yang tak ternilai, La Galigo menawarkan jendela ke masa lalu yang kaya, memberikan pelajaran tentang nilai-nilai universal, dan menginspirasi kita untuk terus menjaga dan merayakan keragaman budaya dunia.

Melalui upaya kolektif, diharapkan La Galigo akan terus bersinar, menginspirasi generasi mendatang, dan menegaskan tempatnya sebagai salah satu pusaka kebudayaan terbesar di planet ini.(*)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan