Meriam Si Jagur: Peninggalan Kolonial yang Menjadi Ikon Kota Tua Jakarta

--

KORANHARIANMUBA.COM- Meriam Si Jagur, sebuah artefak monumental yang gagah berdiri di kawasan Kota Tua Jakarta, tepatnya di halaman Museum Fatahillah, bukan sekadar senjata kuno. Lebih dari itu, ia adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah Nusantara, khususnya Jakarta, yang sarat dengan kisah perebutan kekuasaan, legenda, dan kepercayaan masyarakat.

Bobotnya yang mencapai 3,5 ton dan panjang 3,85 meter menjadikannya salah satu meriam kuno terbesar dan paling ikonik di Indonesia.


--

Kisah Meriam Si Jagur dimulai jauh di seberang lautan. Meriam ini dibuat di Macau, Tiongkok, sekitar abad ke-16 atau ke-17 oleh seorang Portugis bernama Manoel Tavares Bocarro di sebuah bengkel bernama St. Jago de Barra. Nama "Si Jagur" sendiri diyakini merupakan pelafalan lokal dari "St. Jago".

BACA JUGA:Mengenal Sigale-gale, Boneka Hidup yang Menari Menghibur Arwah di Tanah Batak

BACA JUGA:Menggali Sejarah Jung Jawa, Mahakarya Bahari Nusantara yang Hilang

Ada pula versi yang menyebutkan nama tersebut berasal dari bunyi dentumannya yang "jegar-jegur" saat ditembakkan.

Awalnya, meriam ini ditempatkan di benteng Portugis di Melaka untuk memperkuat pertahanan mereka. Namun, pada tahun 1641, Melaka jatuh ke tangan VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda). Meriam Si Jagur pun turut serta dalam rampasan perang dan dibawa ke Batavia, pusat kekuasaan VOC di Nusantara.

Di Batavia, Si Jagur memainkan peran penting dalam sistem pertahanan kota. Ia ditempatkan di Benteng Batavia untuk menjaga pelabuhan, sebelum akhirnya dipindahkan ke magasin artileri dekat Jalan Tongkol.


--

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi persenjataan, peran militer Si Jagur mulai memudar. Pada tahun 1974, meriam ini dipindahkan ke lokasinya saat ini di Taman Fatahillah, di depan Museum Sejarah Jakarta, sebagai bagian dari upaya pelestarian cagar budaya.

Salah satu hal yang paling mencolok dari Meriam Si Jagur adalah desainnya yang unik, terutama pada bagian pangkalnya. Terdapat sebuah bentuk kepalan tangan dengan ibu jari yang terjepit di antara jari telunjuk dan jari tengah. Simbol ini dikenal sebagai "mano in figa" atau "tangan figa".

Dalam budaya Portugis dan beberapa budaya Eropa lainnya pada masa itu, "mano in figa" dipercaya sebagai simbol penangkal kejahatan, pembawa keberuntungan, atau bahkan sebagai gestur untuk mengejek musuh. Namun, di kalangan masyarakat lokal Batavia, simbol ini seringkali diinterpretasikan berbeda dan dikaitkan dengan berbagai mitos.

Di atas meriam ini juga terdapat tulisan Latin "Ex Me Ipsa Renata Sum", yang berarti "Aku diciptakan dari diriku sendiri". Tulisan ini merujuk pada proses pembuatannya yang konon menggunakan bahan dari peleburan 16 meriam kecil lainnya.

Meriam Si Jagur tidak hanya dikenal karena sejarah dan bentuknya, tetapi juga karena berbagai legenda dan mitos yang menyelimutinya. Salah satu mitos yang paling terkenal adalah kepercayaan bahwa meriam ini memiliki kekuatan magis terkait kesuburan.

Pada masa lalu, banyak wanita yang belum memiliki keturunan datang untuk berdoa dan menyentuh meriam ini dengan harapan agar segera dikaruniai anak. Konon, simbol "mano in figa" yang menyerupai organ reproduksi menjadi dasar dari kepercayaan ini.

Bahkan, hingga kini, meskipun telah dipagari untuk melindunginya sebagai benda cagar budaya, aura mistis tersebut masih kerap terasa.

Selain itu, terdapat legenda yang mengaitkan Meriam Si Jagur dengan kembarannya, Meriam Ki Amuk, yang berada di halaman Masjid Agung Banten. Konon, jika kedua meriam ini disatukan, maka kekuasaan penjajah di Nusantara akan berakhir.

Ada pula cerita rakyat yang mengisahkan tentang Raja Pajajaran dan putrinya yang sakit secara misterius, yang kemudian berujung pada permintaan akan meriam-meriam sebagai syarat kesembuhan, salah satunya adalah Si Jagur.

Meriam Si Jagur memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi. Ia menjadi pengingat akan masa kolonial, perebutan kekuasaan antar bangsa Eropa, serta peran penting Batavia sebagai pusat perdagangan dan administrasi pada masanya.

Keunikan desain dan legenda yang melingkupinya juga menjadikan Si Jagur sebagai objek studi yang menarik bagi sejarawan, arkeolog, dan antropolog. Ia mencerminkan perpaduan antara teknologi militer Eropa dengan kepercayaan dan interpretasi lokal.

Sebagai pengakuan atas nilai pentingnya, Meriam Si Jagur telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Status ini memastikan bahwa meriam ini akan terus dilindungi, dirawat, dan dilestarikan untuk generasi mendatang.

Kini, Meriam Si Jagur berdiri kokoh sebagai salah satu ikon utama Kota Tua Jakarta. Ia tidak hanya menarik wisatawan domestik maupun mancanegara yang ingin menyaksikan kemegahannya secara langsung, tetapi juga menjadi pengingat akan sejarah panjang dan kompleks yang membentuk identitas Jakarta dan Indonesia. Dengan segala kisah dan legenda yang menyertainya, Meriam Si Jagur tetap menjadi pusaka yang memancarkan daya tarik dan misteri abadi.(*)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan