Hoegeng Iman Santoso, Kisah Kapolri yang Jadi Simbol Polisi Jujur

--
KORANHARIANMUBA.COM- Di antara riuhnya narasi tentang penegakan hukum di Indonesia, nama Hoegeng Iman Santoso senantiasa menggema sebagai anomali yang menyejukkan—sebuah mercusuar kejujuran di tengah badai godaan.
Mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) periode 1968-1971 ini bukan sekadar sosok petinggi Polri; ia adalah personifikasi integritas, sebuah legenda yang kisahnya terus diceritakan, menginspirasi, dan menjadi cerminan tentang idealisme seorang penegak hukum sejati.
Hoegeng Iman Santoso lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 14 Oktober 1921, membawa serta warisan nilai-nilai luhur dari orang tuanya.
--
Kecerdasan dan ketajaman berpikirnya terasah melalui pendidikan hukum di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia, tempat ia menuntaskan studinya pada tahun 1942.
BACA JUGA: Mengenal Pohon Baobab, Oase Raksasa di Tengah Kekeringan yang Terancam Punah
BACA JUGA:Start Manis PPLP-D Muba U15 di Piala Gubernur Sumsel 2025, Taklukkan Diklat Palembang 3-2
Selepas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, panggilan jiwa untuk mengabdi membawanya bergabung dengan Jawatan Kepolisian Negara.
Sejak awal kiprahnya, Hoegeng telah menunjukkan taringnya sebagai pribadi yang teguh, disiplin, dan berpegang pada prinsip.
Berbagai jabatan strategis pun dipercayakan kepadanya, mulai dari Kepala Jawatan Imigrasi hingga Deputi Urusan Khusus Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian, semua diemban dengan dedikasi penuh.
Apa sesungguhnya yang membuat Hoegeng begitu dihormati dan namanya diukir dalam sejarah sebagai teladan? Jawabannya terletak pada karakteristik yang jarang ditemui pada masanya dan masih relevan hingga kini.
BACA JUGA:Rosela, Tanaman Herbal Serbaguna yang Cocok untuk Gaya Hidup Sehat
BACA JUGA:BPS Gelar Survei Kebutuhan Data 2025: Ajak Masyarakat Beri Penilaian Pelayanan Publik
Kejujuran dan kebersihan hati adalah pilar utamanya.