Soleman M.Pd.I
(Ketua KPAD Kabupaten Muba & Kandidat Doktor Pendidikan Agama Islam)
Anak merupakan aset masa depan pemegang estafeta perjalanan kehidupan manusia dimuka bumi. Kondisi umat manusia kedepan seperti apa, degrdasi moral akankah semakin menggurita atau kehidupan manusia terus menuju ke arah yang lebih baik merupakan beban yang akan dipikul generasi muda hari ini. Menghadapi kehidupan yang begitu dinamis, semakin kompleks dan heterogen jika dikaitkan dengan pendidikan anak tentunya menjadi suatu yang sangat vital, urgen ataupun prioritas untuk dipikirkan bersama. Bagaimana anak-anak bisa dipersiapkan secara matang untuk menghadapi kehidupannya. Mereka memikul beban yang tidak mudah, diselimuti dengan berbagai macam tantangan serta dinamika kehidupan yang begitu cepat mengalami perubahan dan berkembang semakin kompleks.
Realitas hari ini tidak sedikit para orang tua sangat mengandalkan peran lembaga pendidikan untuk mengawal khususnya tentang pendidikan anak. Sehingga tidak jarang kita melihat fenomena anak-anak terbebebani dengan berbagai aktifitas pendidikan baik formal maupun informal disamping berbagai macam varian ekstra kulikuler. Sedangkan para orang tua terkesan fokus mempersiapkan suport system finansial ansich. Pada akhirnya, anak-anak merasa aktifitas pendidikan hanya ada di lingkungan lembaga pendidikan saja, adapun diluar seperti di rumah maupun di lingkungan sosial terkesan tidak ada sangkut paut dengan pembelajaran ataupun aktifitas pendidikan.
Kondisi ini tentu berimplikasi pada kesadaran jika seorang anak memiliki prestasi baik di sekolah terkesan anak tersebut dianggap baik dan sukses. Namun jika ada yang di sekolah prestasinya biasa saja padahal menurut penilaian orang tua, guru maupun masyarakat dilingkungan si anak tinggal dinilai memiliki kepribadian baik, cakap, luwes dalam berinteraksi soasial, selalu mampu menebarkan energi positif dimanapun si anak berada dilingkungan sosialnya tetap saja dinilai under estimate dianggap kurang berhasil dalam mengenyam pendidikan.
BACA JUGA:Semarak Peringatan Hari Santri Nasional 2024 di Ponpes Darul Ulum Ngulak
Stigmatif seperti ini tentu menjadi salah kaprah jika kita kaitkan dengan tujuan pendidikan. Para pemerhati pendidikan yang terkumpul di UNICEF (Lembaga di PBB yang berurusan dengan dunia pendidikan) bersepakat bahwa tujuan pendidikan adalah to make a people civilize tegasnya memanusiakan manusia atau dengan kata lain menjadikan manusia lebih beradab (berperadaban). Keberhasilan pendidikan tidak bisa hanya diukur dengan nilai-nilai angka berbagi mata pelajaran yang diampu peserta didik (internalisasi), lebih dari pada itu bagaimana para peserta didik mampu mempersonalisasi brebagai pengetahuan tersebut dalam kehidupannya. Sebelum era reformasi keunggulan kompetensi para peserta didik lebih dominan di ukur dengan pengetahuan eksakta, sehingga anak-anak yang tidak memiliki keunggulan di bidang eksakta, seperti lebih berminat dengan pelajaran ilmu sosial misalnya terkesan dianggap kurang pintar. Oleh karenanya jurusan-jurusan di sekolah saat ini oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan dihapuskan setidaknya agar mempersempit kesan pintar atau tidaknya diukur dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan secara fakultatif dan parsial.
Bapak Pendidikan Nasional Ki hajar dewantara mengajarkan bahwa pendidikan tidak hanya terpaku pada lembaga pendidikan misal disekolah/Pondok Pesantren, namun lingkungan keluarga dan masyarakat pun menjadi faktor vital yang mempengaruhi proses pendidikan. Ketiga item tersebut dikenal dengan istilah TRIPUSAT PENDIDIKAN. Dengan demikian proses pendidikan anak tidak hanya tanggung jawab lembaga pendidikan semata akan tetapi seluruh element semisal orang Tua dan masyarakat pun seyogyanya bisa menjadi “guru” untuk mengawaal proses pendidikan anak-anak. Setiap pribadi manusia tentunya akan selalu berada serta mengalami perkembangan didalam ketiga lingkungan pendidikan tersebut.
Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tripusat Pendidikan merupakan tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan yaitu keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat. Kesadaran inilah yang seyogyanya dikampanyekan terus menerus ke seluruh kalangan maupun lapisan masyarakat agar bisa menghancurkan cara pandang sempit mengenai lembaga pendidikan/ sekolah/ pondok pesantren merupakan tempat terselenggaranya pendidikan khususnya untuk anak-anak yang notabene penerus keberlangsungan kehidupan umat manusia di dunia fana ini. Tegasnya, proses pendidikan anak-anak merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia!!!