Hukum Meniup Terompet Saat Tahun Baru, Ini Jawaban dari Ustadz Abdul Somad
Hukum Meniup Terompet Saat Tahun Baru. (Foto: Ist)--
“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga mereka menyembah Allah Ta’ala semata dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa yang menyelisihi perkaraku. Dan barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)
BACA JUGA:UU Terbaru Mewajibkan Pemerataan Kesejahteraan bagi ASN, Tetapi Ada Perbedaan
Selain berperilaku layaknya kaum Yahudi, merayakan tahun baru juga sama dengan menghamburkan uang.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” (QS. Al Isra’: 26-27).
Rasul bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci tiga hal pada kalian; kabar burung, membuang-buang harta, dan banyak bertanya.” (HR. Bukkhari)
BACA JUGA:Lokasi Pasar Malam Tergenang Air, Pengunjung Tetap Ramai BACA JUGA:Lokasi Pasar Malam Tergenang Air, Pengunjung Tetap Ramai
Az Zujaj berkata bahwa yang dimaksud boros adalah,
النفقة في غير طاعة الله
“Mengeluarkan nafkah pada selain ketaatan pada Allah.” Disebutkan dalam Zaadul Masiir karya Ibnul Jauzi.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.”
BACA JUGA:Masih Ada Aktivitas Penyulingan Ilegal di Desa Serekah, Tim Gabungan Turun ‘Gunung’, Hasilnya?
Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Seandainya seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).”
Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475)