Revisi KUHAP Diharapkan Memperbaiki Mekanisme Prapenuntutan

ILustrasi Revisi KUHAP (foto ist)--
KORANHARIANMUBA.COM,- Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Topo Santoso berharap Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat memperbaiki mekanisme prapenuntutan.
Sebab, prapenuntutan yang diatur dalam KUHAP saat ini dirasakan tidak sepenuhnya efektif. Topo mengatakan bahwa hal itu disebabkan desain hubungan koordinasi yang terpisah antara penyidik dan penuntut umum.
Masyarakat sebagai pencari keadilan akhirnya menjadi korban karena banyak perkara tindak pidana yang terjadi tidak terselesaikan.
"Padahal, salah satu tujuan dari sistem peradilan pidana adalah untuk menyelesaikan tindak pidana yang terjadi, sehingga setiap perkara harus ada akhirnya," ungkap Topo.
BACA JUGA: Operasi Pekat, Segini Jumah Botol Miras Beredar dan Dimusnahkan Polres Muba
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Thomas Alva Edison, Sang Penemu yang Mengubah Dunia
Dia menyatakan bahwa revisi KUHAP harus mampu memperbaiki relasi dan keterpaduan, penyidik dan penuntut umum, khususnya koordinasi polisi dan jaksa.
"Jangan sampai, baik jaksa maupun polisi, bekerja didunianya sendiri, tidak ada relasi yang cukup untuk saling mengimbangi," katanya.
Topo sependapat revisi KUHAP telah menjadi kebutuhan mendesak guna merespons perkembangan dalam hukum pidana dan hukum acara pidana, serta putusan Mahkamah Konstitusi.
Dia memaparkan saat ini sumber hukum pidana materiil bukan hanya KUHP, melainkan sudah lahir lebih dari 10 UU pidana khusus yang di dalamnya juga mengatur sebagian segi formil (acara pidana) secara lex specialis.
Menurut dia, adanya penyidik di luar penyidik Polri dan PPNS, yang diatur di luar KUHAP, harus dipandang sebagai ketentuan khusus, sehingga sesuai dengan prinsip lex specialis derogat legi generali. Adanya penyidik di luar polri dan PPNS itu tetap berlaku, bahkan perlu ditegaskan eksistensinya dalam revisi KUHAP.
"Dengan demikian, sumbernya bukan hanya KUHP, melainkan juga UU pidana jhusus dan UU sektoral (UU administratif) yang memuat ketentuan pidana," katanya.
"Sebagai ketentuan yang bersifat khusus maka berbagai segi hukum acara pidana di luar KUHAP yang sejatinya melengkapi KUHAP, termasuk adanya penyidik jaksa, KPK, dan lainnya, ini tidak bisa dipandang sebagai penyimpangan norma ataupun harus dihapuskan atau disesuaikan dengan KUHAP," paparnya.
Dia mengungkap sekurangnya ada lima alasan di balik politik hukum mengapa kejaksaan diberi kewenangan penyidikan, yakni check and balances, expertise and resources, public confidence and impartiality, mempercepat proses (streamlining the process), dan pengetahuan yang khusus dan fokus.