Idul Fitri 1446 Hijriah Dipastikan pada 31 Maret 2025, Data Hilal Seragam, Muhammadiyah, PBNU dan BMKG

Pimpinan Muhammadiyah secara resmi menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 H jatuh pada hari senin (foto ist)--
KORANHARIANMUBA.COM,- 1 Syawal 1446 H Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025: Muhammadiyah Tetapkan Idul Fitri Berdasarkan Hisab Wujudul Hilal dan Siap Beralih ke Kalender Hijriah Global
BACA JUGA:Jelang Lebaran, Pengunjung Pasar Randik Sekayu Membludak
Pimpinan Pusat Muhammadiyah secara resmi menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 H atau Hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025 M.
Penetapan ini dilakukan berdasarkan metode hisab hakiki wujudul hilal, metode penentuan awal bulan Hijriah yang selama ini menjadi acuan Majelis Tarjih dan Tajdid organisasi Muhammadiyah.
Keputusan tersebut didasarkan pada hasil perhitungan astronomis bahwa pada 29 Ramadan 1446 H atau 29 Maret 2025 M, saat ijtimak (konjungsi) terjadi pada pukul 17:59:51 WIB, hilal belum wujud di seluruh wilayah Indonesia.
Di lokasi markas hisab Muhammadiyah di Yogyakarta, saat matahari terbenam, tinggi hilal tercatat -01° 59′ 04″, yang berarti posisi bulan masih berada di bawah ufuk.
Karena hilal tidak memenuhi syarat wujud: yakni telah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari, dan piringan atas bulan berada di atas ufuk; maka umur bulan Ramadan disempurnakan menjadi 30 hari.
Dengan demikian, 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin Pahing, 31 Maret 2025 M.
Wujudul Hilal Tak Terpenuhi di Seluruh Indonesia
Metode hisab hakiki wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah berpegang pada prinsip wujudnya hilal sebagai syarat awal bulan baru.
Dalam konteks ini, jika hilal belum tampak secara posisi astronomis, maka bulan belum berganti.
Berdasarkan data, pada 29 Maret 2025 sore, di seluruh wilayah Indonesia, posisi bulan masih di bawah ufuk.
Artinya, hilal belum wujud, dan belum dimungkinkan untuk dilihat atau bahkan dianggap ada secara hisab.
Keputusan Muhammadiyah ini juga sejalan dengan temuan dari Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang sama-sama menunjukkan bahwa hilal belum memenuhi kriteria penampakan.
BACA JUGA:Kemenag: Rukyatulhilal, Dedikasi untuk Akurasi Ilmu Falak dan Pelayanan Umat
Data Hilal Menurut LF PBNU
LF PBNU dalam pernyataannya menyampaikan bahwa berdasarkan hisab pada 29 Maret 2025, tinggi hilal mar’ie hanya -1° 59′ 16″ di lokasi Gedung PBNU, Jakarta Pusat.
Ini menunjukkan bahwa hilal berada di bawah ufuk, sehingga tidak memenuhi kriteria imkanur rukyah menurut Nahdlatul Ulama.
Ijtimak terjadi pada pukul 17:58:27 WIB, hanya berselang sekitar satu menit dari waktu konjungsi yang dilaporkan Muhammadiyah.
Menariknya, data dari LF PBNU juga menunjukkan bahwa di seluruh Indonesia, hilal berada dalam zona "istihalah al-rukyah", atau mustahil terlihat karena posisinya di bawah ufuk.
Di Merauke, Papua, ketinggian hilal tercatat paling rendah, yakni -3° 24′, sementara yang tertinggi ada di Lhoknga, Aceh, dengan tinggi -0° 59′.
Semua ini tetap menunjukkan bahwa hilal tidak dapat dirukyat secara syar'i maupun ilmiah.
Data BMKG Tegaskan Ketidakwujudan Hilal
Sementara itu, data BMKG memperkuat hasil perhitungan yang sama.
Dalam pernyataan resminya, BMKG mencatat bahwa konjungsi terjadi pada pukul 17:57:38 WIB, dan saat matahari terbenam di seluruh wilayah Indonesia, posisi hilal berada pada ketinggian negatif—artinya, hilal belum wujud.
Pada tanggal 29 Maret 2025, BMKG mencatat ketinggian hilal berkisar antara -3° 29′ di Merauke, Papua, hingga -1° 07′ di Sabang, Aceh.
Lama hilal berada di atas ufuk juga 0 detik di seluruh wilayah Indonesia, karena memang tidak ada hilal yang berada di atas ufuk. Elongasi hilal juga belum memenuhi ambang batas imkan rukyah.
Selain itu, BMKG mengingatkan bahwa dalam observasi hilal, kadang objek lain seperti Venus, Merkurius, atau bintang terang seperti Sirius bisa disangka hilal.
Namun, pada saat itu, tidak ada objek astronomis yang cukup dekat dari segi sudut untuk membingungkan para pengamat, sehingga hilal yang tidak tampak memang benar-benar tidak tampak, bukan karena salah identifikasi.
Muhammadiyah Siap Beralih ke Kalender Hijriah Global Tunggal
Dalam momen penting ini, Muhammadiyah juga menyampaikan bahwa penetapan 1 Syawal 1446 H ini menjadi yang terakhir menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal.
Mulai 1 Muharram 1447 H, Muhammadiyah akan mengadopsi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Dalam sistem KHGT, bumi dianggap sebagai satu kesatuan matlak (wilayah waktu), sehingga seluruh umat Islam di dunia diharapkan dapat menetapkan awal bulan Hijriah secara seragam.
Sistem ini dianggap lebih modern, ilmiah, dan menjawab kebutuhan globalisasi umat Islam. Muhammadiyah melihat bahwa langkah ini akan memperkuat kesatuan waktu ibadah dan menjadi solusi atas perbedaan-perbedaan penentuan awal bulan yang selama ini sering terjadi.
KHGT juga diharapkan menjadi alternatif yang dapat diadopsi oleh dunia Islam secara luas, terutama dalam menyambut bulan-bulan penting seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Dengan satu kalender, umat Islam akan lebih mudah dalam menyusun jadwal ibadah dan kehidupan sosial berbasis kalender Hijriah.
Penantian Keputusan Pemerintah
Sementara Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025, masyarakat masih menantikan pengumuman resmi dari pemerintah melalui Kementerian Agama dalam sidang isbat.
BACA JUGA:Lembaga Falakiyah PBNU Pantau Hilal untuk Tentukan Awal Zulhijah dan Idul Adha 2024
LF PBNU menyatakan akan mengikuti hasil sidang isbat tersebut, dan keputusan resmi akan diumumkan oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, pada Sabtu malam, 29 Maret 2025, sekitar pukul 19.00 WIB.
Namun dengan mempertimbangkan seluruh data astronomis dari LF PBNU dan BMKG yang menunjukkan bahwa hilal tidak mungkin terlihat, besar kemungkinan pemerintah juga akan menetapkan Idul Fitri jatuh pada 31 Maret 2025, sehingga akan terjadi keseragaman awal Syawal di Indonesia.
Keputusan Muhammadiyah ini tidak hanya menyelaraskan hasil perhitungan ilmiah dengan prinsip keagamaan, tetapi juga menandai babak baru dalam sejarah penanggalan Islam di Indonesia. 0
Dengan meninggalkan metode wujudul hilal dan mengadopsi KHGT, Muhammadiyah menunjukkan keseriusan dalam menjawab tantangan zaman dan mempererat ukhuwah Islamiyah di tingkat global. (*)