Kemenag: Rukyatulhilal, Dedikasi untuk Akurasi Ilmu Falak dan Pelayanan Umat

Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad (Foto Kemenag RI)--
KORANHARIANMUBA.COM,- Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Abu Rokhmad, mengatakan, rukyatulhilal bukan sekadar ritual tahunan, tetapi bagian dari dedikasi terhadap akurasi ilmu falak dan pelayanan umat.
BACA JUGA:Kemenag Minta Petugas Haji Jaga Integritas dan Utamakan Kepuasan Jemaah
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan rukyatulhilal awal Syawal 1446 H yang digelar secara daring pada Kamis 27 Maret 2025.
“Rukyatulhilal bukan hanya tentang melihat bulan. Ini adalah bagian dari upaya kita memastikan ketepatan hisab serta memberikan kepastian kepada umat Islam mengenai waktu ibadah,” ujar Abu.
Ia menjelaskan, meskipun secara astronomi hilal diperkirakan berada di bawah ufuk dan sulit terlihat, rukyat tetap dilakukan.
Menurutnya, hal ini bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk penghormatan terhadap metode yang dianut oleh sebagian masyarakat serta upaya pengembangan ilmu pengetahuan.
“Pergerakan benda langit itu dinamis. Rukyat menjadi momen pembuktian bahwa hitungan hisab yang kita gunakan selama ini benar-benar akurat. Ini juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan,” lanjutnya.
BACA JUGA:Puluhan Petugas Kloter Embarkasi Haji Palembang Ikuti Bimtek dari Kemenag Sumsel
Abu menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu falak dan tradisi keagamaan dalam penentuan awal bulan hijriah. Ia mengatakan bahwa Kemenag hadir untuk menjembatani berbagai pendekatan yang ada agar tetap dalam koridor persatuan.
“Indonesia adalah negara dengan keberagaman pandangan dalam penentuan awal bulan. Peran Kemenag adalah menjembatani berbagai pendekatan ini agar tetap dalam koridor persatuan. Sidang isbat yang akan kita gelar nanti bukan hanya forum pengambilan keputusan, tetapi juga refleksi dari prinsip moderasi beragama yang kita junjung,” ungkapnya.
BACA JUGA:Kemenag OKU Timur Tetapkan Zakat Fitrah, Rp 37.500 Per Orang
Abu juga mengungkapkan pentingnya dokumentasi dalam proses rukyat. Ia meminta seluruh tim di daerah untuk merekam pergerakan teleskop sebelum, saat, dan setelah matahari terbenam sebagai bahan verifikasi ilmiah.
“Kita ingin data yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan jika hilal tidak terlihat, tetap harus ada laporan lengkap yang dikumpulkan dan dilaporkan ke pusat,” katanya.
Selain itu, ia menginstruksikan Kantor Wilayah Kemenag untuk menyiapkan alat pemantauan dan mendaftarkan kegiatan rukyat ke pengadilan agama setempat. Jika ada peralatan yang rusak, ia meminta agar segera dilaporkan ke pusat untuk ditindaklanjuti.
Dalam pelayanan umat, Abu menekankan pentingnya komunikasi yang baik kepada masyarakat dan media. Ia meminta agar informasi mengenai rukyatulhilal disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga tidak menimbulkan kebingungan.
“Jangan sampai masyarakat bertanya-tanya, kenapa rukyat tetap dilakukan jika hilal di bawah ufuk? Di sinilah peran kita untuk menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari verifikasi ilmiah, sekaligus wujud kepatuhan terhadap sunnah Rasulullah saw.,” tegasnya.
Ia menambahkan, Kemenag berkomitmen untuk terus menggelar rukyatulhilal dengan standar ilmiah yang tinggi serta pendekatan yang inklusif. “Dengan begitu, penentuan awal bulan hijriah di Indonesia tidak hanya menjadi bagian dari ibadah, tetapi juga kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan harmonisasi keberagaman umat,” tandasnya.
BACA JUGA: Selama Bulan Suci, Kemenag OKI Siapkan Safari Ramadhan
Rakor ini dihadiri oleh Direktur Urusan Agama Islam Arsyad Hidayat, Kepala Subdirektorat Hisab Rukyat dan Syariah Ismail Fahmi, serta para Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Kemenag se-Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, dibahas kesiapan pelaksanaan rukyatul hilal di 33 titik nasional. Sementara itu, Bali tidak melaksanakan rukyat karena bertepatan dengan perayaan Hari Raya Nyepi. (*)