Tidur Seharian di Bulan Ramadhan, Apakah Membatalkan Puasa?
Foto Ilustrasi. (Sumber Istockphoto.com)--
HARIANMUBA.BACAKORAN.CO - Tidur merupakan aktivitas keseharian manusia yang sangat penting dan memiliki banyak kemanfaatan.
Dalam bahasa latin tidur disebut dengan “somnus” yang berarti mengalami periode pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali.
Dilansir dari laman NU Onlie, Tidur yang cukup membantu proses pemulihan dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh dan memberikan energi yang diperlukan untuk melawan infeksi.
Dengan istirahat yang baik, tubuh dapat fokus pada pemulihan dan mengurangi durasi penyakit.
BACA JUGA:Bayi Lahir dengan Tidak Normal, Ini Himbauan Pihak RSUD Sekayu
Akan tetapi ketika kita banyak tidur seharian penuh, maka tubuh justru akan lemas dan kekurangan gairah. Karena dalam ajaran agama, sekaligus dikuatkan dengan sains, bahwa segala sesuatu jika dilakukan secara berlebihan maka tidak baik, begitu juga dengan tidur, makan, minum dan segala hal.
Pada bulan suci Ramadhan, ketika tubuh tidak mendapatkan asupan makanan dan minuman, maka stamina tubuh akan sedikit berkurang, alias lemas.
Maka hal ini menyebabkan banyak orang yang berpuasa menyedikitkan aktivitasnya, terutama yang berkaitan dengan otot.
Contohnya, jika seorang petani pergi ke kebun seharian, maka di waktu puasa ia hanya pergi setengah hari, begitupun aktivitas lainnya.
BACA JUGA:Jelang Mudik Lebaran Idul Fitri 1445 H, Pj Bupati Apriyadi : Jika Ngantuk, Baiknya Istirahat
BACA JUGA:Launching Program Adhyaksa Peduli Anak Umang, Kejati Sumsel : Atensi dari Presiden
Akan tetapi ada yang lebih ekstrem, yakni seseorang memilih tidur seharian demi menghindari aktivitasnya di siang hari. Lalu apakah sah orang yang berpuasa tapi ia gunakan waktu siangnya hanya untuk tidur?
Mayoritas ulama termasuk dari kalangan bermadzhab Syafi’i, tidur seharian tidak membatalkan puasa seseorang, asal pada malam harinya ia sudah niat untuk berpuasa. Meski Abu Thayyib bin Salamah dan Abu Said Al-Ishthakhriy berpendapat tidak sah puasanya. Imam an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/384) menjelaskan: