HARIANMUBA.BACAKORAN.CO - Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dikerjakan umat Islam. Menurut literatur fiqih klasik dan kontemporer, zakat mempunyai dua arti, pertama, secara etimologi, yaitu tumbuh, berkembang, subur, atau bertambah.
Kedua, secara terminologi, yaitu nama dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, dan diberikan kepada golongan tertentu. Dikutib dari laman https://islam.nu.or.id/zakat/zakat-fitrah-sebagai-penyempurna-puasa-dan-penyelamat-jiwa
Zakat fitrah wajib dikeluarkan dalam setiap tahun, ketika bulan Ramadhan tiba. Sedangkan zakat harta memiliki beberapa ketentuan, melihat pada jumlah dan jenis harta yang dimiliki. Namun, saat ini penulis akan lebih fokus membahas tentang beberapa hikmah dari diwajibkannya zakat fitrah.
Zakat fitrah merupakan ketentuan secara khusus terhadap umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, diwajibkan pada tahun kedua dari hijrahnya Nabi, tepatnya dua hari sebelum dilaksanakannya hari raya Idul Fitri. Selain termasuk rukun Islam yang wajib dikerjakan, zakat fitrah juga menjadi penyempurna puasa Ramadhan. Ibaratnya, semua ibadah puasa di bulan Ramadhan masih tergantung di langit, dan belum diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala, sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah, bahkan semua puasa selama satu bulan itu Allah tangguhkan pada zakat fitrah.
BACA JUGA:Listrik Muba Makin Terang! 54 Ribu Pelanggan MEP Beralih ke PLN Mulai Awal April 2024
BACA JUGA:Pemilik Penyulingan Minyak Illegal yang Terbakar Hebat, Akhirnya Diamankan
Dalam kitab Hasyiyah Jamal alal Minhaj, Syekh Zakaria al-Anshari menyampaikan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang ditangguhkannya puasa Ramadhan sampai mengeluarkan zakat fitrah. Dalam kitabnya disebutkan,
وأخرج ابن شاهين في ترغيبه والضياء عن جرير (شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلاَ يُرْفَعُ إلَى اللهِ إلاَّ بِزَكَاةِ الفِطْرِ)
Artinya, “Ibnu Syahin meriwayatkan hadits dalam kitab Targhib wad Dhiya’ dari sahabat Jarir: (puasa pada) bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat pada Allah kecuali dengan zakat fitrah.”
Syekh Zakaria menjelaskan maksud hadits di atas bahwa selama tidak mengeluarkan zakat fitrah, maka pahala puasanya tidak bisa didapatkan. Dengan kata lain, meski bulan puasa telah selesai, dan telah berhasil menjaga dirinya dari setiap sesuatu yang bisa membatalkan puasa, maka ia tidak akan mendapatkan pahala puasa sampai mengeluarkan kewajiban zakat fitrah dari dirinya (Syekh Zakaria al-Anshori, Hasyiyah Jamal alal Minhaj, juz 4, h. 228).
BACA JUGA:Matangkan Persiapan Jadi Tuan Rumah PORPROV dan PEPAPROV Tahun 2025
Syekh Abi Bakar Syata ad-Dimyati mempunyai pandangan berbeda dengan apa yang disampaikan Syekh Zakaria al-Anshori, dalam kitabnya menjelaskan maksud hadits tersebut, bukan berarti menghilangkan semua pahala puasa, namun sebagian saja. Sebagaimana disebutkan,
وهو كناية عن توقف تمام ثوابه، حتى تؤدى الزكاة، فلا ينافي حصول أصل الثواب بدونها ad
Artinya, “(hadits tersebut) merupakan sebuah kinayah (kata sindiran) ditangguhkannya kesempurnaan pahala puasa sampai dikeluarkan zakat fitrah, maka tidak menghilangkan pokok pahala puasa, tanpa zakat fitrah.” (Lihat Syekh Abi Bakar Syata ad-Dimyati, Hasyiyah Ianatit Thalibin, juz 2, h. 190)