Bagaimana science, teknologi dan research dapat meningkatkan potensi industri pacuan, dan dalam konferensi ini, kita bisa membahas dan berdiskusi bersama untuk mendapatkan solusi dan inovasi menghadapi tantangan di industri pacuan kuda, khususnya terkait penggunaan artificial intelligence.
“Industri pacuan kuda di Indonesia harus kolaboratif dan inovatif menghadapi perkembangan industri di kancah global,” ujarnya.
Dalam konferensi ini juga dilakukan studi banding ke lokasi seperti Shadai Stallion Station dan Nothern Farm, pusat-pusat pengembanganbiakan kuda pacu di Jepang.
BACA JUGA:Berhasil Menggelar Perlombaan Masak Serba Ikan, Kini Para Pemenang Siap Bersaing di Tingkat Provinsi
BACA JUGA:Pj Bupati Muba berikan Jawaban Terhadap Pemandangan Umum Fraksi terkait R-APBD TA 2025
Jepang sudah sangat terkenal dengan industri pengembangbiakan kuda pacu kelas dunianya.
Salah satu hasil dari industrinya adalah seekor kuda bernama Equinox yang mendapatkan gelar Kuda Pacu Terbaik versi Longines di 2023.
Dalam kesempatan tersebut, Aryo juga menyampaikan secara langsung kepada Winfried Engelbrecht-Bresges selaku Chairman Asian Racing Federation (ARF) mengenai industri pacuan kuda di Indonesia yang sudah berubah dan berkembang pesat.
Indikasi perkembangan tersebut antara lain dengan digelarnya dua event pacuan kuda tahun ini di Bantul, Yogyakarta yang dilaksanakan oleh Sarga. Banyak penggemar pacuan kuda dari generasi muda yang hadir dan sangat antusias dalam menghadiri acara pacuan kuda tersebut.
Hal ini tentu menjadi potensi yang sangat besar mengingat penduduk Indonesia saat ini didominasi anak muda.
Sensus Badan Pusat Statistik Tahun 2020 mencatat, jumlah Generasi Z (lahir 1997-2012) di Indonesia mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94 persen populasi. Adapun Milenial (lahir 1981-1996) berjumlah 69,38 juta jiwa atau setara 25,87 persen populasi. Sementara Generasi X (1965-1980) tercatat 58,65 juta jiwa atau setara 21,88 persen populasi.
Winfried Engelbrecht-Bresges selaku Chairman ARF pun mengapresiasi perkembangan pacuan kuda di Indonesia.
Menurut dia, data demografi penonton kuda di Asia mayoritas (sekitar 43 persen) adalah di atas 55 tahun dan ini menjadi sebuah tantangan yang dibahas dalam konferensi ARC. Chairman ARF menyampaikan pentingnya keterlibatan penggemar dan kebutuhan untuk menarik generasi muda agar menikmati event olahraga pacuan kuda sejak usia dini yang nantinya diharapkan dapat menciptakan minat terhadap olahraga tersebut.
Perkembangan pesat industri pacuan kuda di beberapa negara Arab juga menjadi sorotan utama dalam konferensi ARC.
Mohammad Saeed Al Shehhi dari Otoritas Balap Emirates, berbicara tentang revolusi dan kekuatan pacuan kuda di Uni Emirat Arab.
“Dubai memiliki beberapa balapan terbaik, dan balapan adalah cara yang bagus untuk memasarkan negara dan memasarkan gaya hidup negara tersebut,” katanya.