Marak Kasus Pemerasan oleh Polisi, ISESS Desak Prabowo Evaluasi Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (Foto Humas Polri)--
KORANHARIANMUBA.COM,- Presiden Prabowo Subianto didesak melakukan evaluasi terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sebab, belakangan ini kerap muncul kasus dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Belum selesai kasus dugaan pemerasan yang dilakukan polisi terhadap WN Malaysia saat menonton acara Djakarta Warehouse Project (DWP) akhir tahun lalu, kini muncul lagi kasus dugaan pemerasan yang dilakukan polisi terhadap anak bos Prodia.
Kemudian, kasus pemerasan yang dilakukan oleh anggota polisi kembali mencuat di Sumatera Utara. Polisi itu diduga memeras sejumlah sekolah terkait dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) daerah Sumatera Utara. Tak disangka, totalnya mencapai Rp 4,7 miliar.
BACA JUGA:Bos Tambang Batu Bara Ilegal di Muara Enim Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp50 Miliar
BACA JUGA:Tanggul Tambang Batu Bara di Banyuasin Jebol, Warga Khawatir Dampak Lingkungan
Selain itu, dua anggota polisi melakukan pemerasan tapi tidak dipecat dari institusi Polri dan hanya dijatuhi penempatan khusus serta sanksi demosi di Semarang, Jawa Tengah. Selain kasus pemerasan, ada juga polisi diduga melakukan penganiayaan hingga korban meninggal dunia di Jawa Tengah.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan salah satu problem maraknya kasus pelanggaran hukum oleh kepolisian karena tidak berjalannya reformasi di kepolisian.
Menurut dia, tidak berjalannya reformasi di kepolisian karena lemahnya kepemimpinan di pucuk Polri.
“Salah satu problem tidak berjalannya reformasi di kepolisian adalah lemahnya kepemimpinan. Lemahnya leadership ini ditandai dengan ketidakkonsistenan penegakan aturan, baik UU maupun peraturan organisasi,” kata Bambang saat dihubungi wartawan pada Sabtu 22 Maret 2025.
Kata dia, kasus-kasus pemerasan oleh aparat kepolisian terjadi terus-menerus karena tidak ada konsistensi dari kepemimpinan di Polri.
Herannya, lanjut Bambang, prinsip kesamaan di mata hukum seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan pidana.
“Prinsip equality before the law seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian. Hal ini ditandai dengan tidak segera ada proses pidana bagi personel pelaku pemerasan dengan berbagai dalih,” jelas dia.
Bambang menganggap tidak diprosesnya anggota polisi yang diduga melakukan pemerasan dikarenakan pimpinan Polri tidak tegas. Dengan demikian, Bambang menilai perlu dilakukan evaluasi segera kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit demi terwujudnya reformasi di internal Korps Bhayangkara tersebut.
“Itu tidak akan terjadi bila pucuk pimpinan Polri memiliki ketegasan. Jadi sebelum melakukan reformasi total yang lebih kompleks, evaluasi kepemimpinan Kapolri itu harusnya dilakukan lebih dulu,” tegas Bambang.