Elang Hitam Siap Terbang Tinggi, Indonesia Menuju Era Drone Tempur Mandiri

--

KORANHARIANMUBA.COM- Di tengah dinamika geopolitik kawasan yang semakin kompleks, kemandirian industri pertahanan menjadi sebuah keniscayaan bagi negara besar seperti Indonesia.

Salah satu simbol paling menonjol dari ambisi ini adalah Proyek Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) tipe Medium-Altitude Long-Endurance (MALE), yang lebih dikenal dengan nama Elang Hitam.

Drone ini tidak hanya dirancang sebagai mata pengawas dari udara, tetapi juga sebagai platform tempur yang mematikan, menjadikannya proyek strategis dengan pertaruhan yang tinggi.

Gagasan untuk mengembangkan drone MALE secara mandiri muncul dari kebutuhan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk memiliki kemampuan pengawasan (ISR - Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance) yang mumpuni di wilayah Indonesia yang sangat luas.


--

Dengan ribuan pulau, garis pantai yang panjang, dan alur laut strategis, pengawasan udara nonstop menjadi vital untuk menjaga kedaulatan, memantau perbatasan, memerangi terorisme, hingga mengawasi aktivitas ilegal seperti penangkapan ikan dan penyelundupan.

Sebelum Elang Hitam, Indonesia masih bergantung pada drone impor yang kemampuannya terbatas atau drone strategis dari negara lain yang berpotensi menimbulkan ketergantungan.

Proyek Elang Hitam yang diinisiasi sekitar tahun 2015 ini bertujuan untuk memutus ketergantungan tersebut dan membangun ekosistem industri pertahanan dalam negeri yang kuat.

Proyek Elang Hitam bukanlah hasil kerja satu entitas, melainkan sebuah mahakarya kolaboratif yang melibatkan berbagai institusi terbaik di Indonesia. Konsorsium ini terdiri dari:

Kementerian Pertahanan (Kemhan): Sebagai pengguna akhir (end-user) dan penyandang dana utama.

PT Dirgantara Indonesia (PTDI): Sebagai integrator utama, bertanggung jawab atas desain, pengembangan, dan pembuatan platform drone.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebelumnya LAPAN: Bertanggung jawab atas pengembangan teknologi kunci seperti sistem kendali terbang (flight control system) dan aerodinamika.

PT Len Industri: Bertanggung jawab atas pengembangan sistem misi (mission system), sistem komunikasi, dan stasiun pengendali di darat (Ground Control Station - GCS).


--

TNI Angkatan Udara (TNI AU): Memberikan masukan mengenai kebutuhan operasional dan akan menjadi operator utama.

Institut Teknologi Bandung (ITB): Memberikan dukungan riset dan pengembangan dalam berbagai aspek teknis.

Elang Hitam dirancang untuk menjadi drone MALE yang kompetitif di kelasnya. Meskipun beberapa spesifikasi masih dalam tahap pengembangan dan dapat berubah, berikut adalah target kemampuan yang dicanangkan:

 * Tipe: Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) - Medium-Altitude Long-Endurance (MALE).

 * Daya Tahan Terbang (Endurance): Mampu terbang hingga 30 jam tanpa henti.

 * Ketinggian Operasional: Dapat beroperasi hingga ketinggian 20.000 - 23.000 kaki.

 * Jangkauan: Memiliki radius operasional lebih dari 250 km (dengan sistem Line of Sight) dan dapat diperluas secara signifikan dengan komunikasi satelit (SATCOM).

 * Kecepatan: Kecepatan jelajah sekitar 250 km/jam.

 * Mesin: Menggunakan mesin Rotax 915iS buatan Austria, yang umum digunakan pada drone sekelasnya.

 * Muatan (Payload): Mampu membawa beban hingga 300 kg, yang dapat diisi dengan berbagai sensor seperti kamera elektro-optik/infra-merah (EO/IR), radar apertur sintetik (SAR) untuk pengawasan di segala cuaca, serta sistem intelijen sinyal (SIGINT).

BACA JUGA:Tradisi Ngayau, Jejak Perburuan Kepala yang Menjadi Simbol Kehormatan Suku Dayak

BACA JUGA:Mengenal Teleskop Hubble, Mata Umat Manusia di Ujung Jagat Raya

Yang paling membedakan Elang Hitam dari drone pengintai biasa adalah kemampuan tempurnya (UCAV - Unmanned Combat Aerial Vehicle). Platform ini dirancang memiliki tiga cantelan senjata (hardpoints) di bawah sayap dan badan untuk membawa rudal atau bom presisi.

Salah satu rudal yang disiapkan untuk diintegrasikan adalah rudal anti-tank buatan Roketsan, Turki, yaitu MAM-L.

Jika berhasil diproduksi massal, Elang Hitam akan menjadi game changer bagi postur pertahanan Indonesia dengan peran-peran sebagai berikut:

Pengawasan Maritim: Mengawasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Laut Natuna Utara, dan jalur pelayaran strategis seperti Selat Malaka.

Penjagaan Perbatasan: Memantau perbatasan darat yang panjang di Kalimantan dan Papua dari aktivitas ilegal dan ancaman lintas batas.

Operasi Anti-Terorisme: Memberikan dukungan intelijen dan serangan presisi dalam operasi melawan kelompok teroris.

Manajemen Bencana: Melakukan pemetaan area bencana, pencarian korban, dan penilaian kerusakan dari udara secara cepat dan aman.

Efek Penggentar (Deterrence Effect): Keberadaan skuadron drone tempur domestik akan meningkatkan daya gentar Indonesia di kawasan.

Tantangan, Insiden, dan Status Proyek Terkini (Juni 2025)

Perjalanan proyek Elang Hitam tidaklah mulus. Tantangan terbesar datang pada September 2020 ketika prototipe pertama (PD-1) mengalami insiden dan jatuh saat menjalani uji coba landasan pacu (runway test).

Insiden ini menyebabkan kemunduran signifikan pada jadwal proyek.

Namun, konsorsium tidak menyerah. Insiden tersebut menjadi pelajaran berharga untuk melakukan perbaikan desain dan sistem. Pengembangan terus berlanjut dengan pembuatan prototipe-prototipe baru.

Memasuki pertengahan tahun 2025, proyek Elang Hitam berada dalam fase krusial. Setelah insiden, Indonesia memperkuat kerja sama dengan Turkish Aerospace Industries (TAI), produsen drone Anka dan Aksungur yang sudah terbukti di medan perang.

Kolaborasi ini diperkirakan mempercepat transfer teknologi, khususnya pada sistem aviasi dan integrasi persenjataan yang lebih matang.

Saat ini, fokus utama adalah menyelesaikan sertifikasi tipe militer. Prototipe-prototipe baru sedang menjalani serangkaian pengujian darat dan udara yang ketat untuk memastikan keandalan dan keamanan sistem.

Target pemerintah adalah agar Elang Hitam dapat memperoleh sertifikasi pada akhir 2025 atau awal 2026, yang akan membuka jalan bagi produksi massal tahap pertama.

Elang Hitam adalah lebih dari sekadar alutsista; ia adalah manifestasi dari visi Indonesia untuk menjadi negara yang mandiri secara teknologi di bidang pertahanan.

Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan teknis dan kemunduran, semangat untuk terus maju tidak pernah padam.

Keberhasilan proyek ini akan menjadi lompatan kuantum bagi industri pertahanan Indonesia, menempatkan bangsa ini sejajar dengan negara-negara produsen drone militer lainnya. Mata dan cakar Elang Hitam yang kini sedang ditempa, diharapkan akan segera terbang tinggi untuk menjaga kedaulatan langit dan bumi pertiwi.(*)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan