Inilah Cerita Tugu Pertempuran Front Sungai Guci, Banyak Menyimpan Bukti Sejarah
Keberadaan Tugu Sungai Guci (Foto Ist).--
Dalam penyerangan tersebut, gugurlah seorang tentara kita yang bernama Pratu Saidi dan beberapa orang tentara Pasukan Mujahidin yang menjadi korban.
Berkali-kali tentara Belanda menyerang Front kita di Sungai Guci, tetapi berkali-kali pula dapat dipukul mundur.
BACA JUGA:Mau Tahu Manfaat Besar Buah Sawo bagi Kesehatan Tubuh Manusia, Ini Dia
Barulah pada pagi hari tanggal 21 September 1947 lebih kurang pukul 07.00 WIB, tentara Belanda menyerang Front Sungai Guci secara besar-besaran dari darat, udara dan sungai.
Pesawat terbang Belanda tak henti-hentinya menembak tentara kita di Front sambil melindungi tentara mereka yang maju menyerang.
Bunyi bergemuruh, baik suara pesawat terbang, suara kapal sungai dan suara tank baja, serta bunyi tembakan dari kedua belah pihak terdengar sangat seru. Bunyi tembakan mortir tidak henti-hentinya.
Boleh dikatakan tentara Belanda menyiapkan kekuatan secara penuh untuk merebut dan menghancurkan pertahanan di Front Sungai Guci ini.
BACA JUGA:Pemkab Muba Bakal Susun Laporan Kinerja TPID dengan Tepat dan Benar
Akhirnya karena serangan musuh begitu besar, tentara kita diperintahkan mundur.
Kita kewalahan menghadapi gempuran yang datangnya serentak dari segala penjuru belum lagi dengan peralatan perang yang kalah jauh.
Pertempuran di Front Sungai Guci berlangsung sejak pagi hingga malam hari.
Dari pihak kita telah gugur Pratu Abusenen, Pratu Sulaiman bin Umar, dan dari anggota Laskar Mujahidin yang gugur ialah Suwardi bin Syukri, Yakup bin Suib, dan Sanbi bin Renan.
Dengan berat hati Front Sungai Guci terpaksa ditinggalkan, sebab kalau tetap bertahan maka pastilah akan jatuh lebih banyak lagi korban.
“Itulah sejarah singkat mengenai Tugu Perjuangan Front Sungai Guci. Generasi Millenial Muba musti tahu sejarah perjuangan berdarah-darah ini,” tukasnya.
Artikel ini pernah ditulis oleh Hardoni Syafriansyah, merupakan salah satu pemuda penggiat sejarah budaya di Bumi Serasan Sekate. (*)