Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual Agus Buntung, JPU Tuntut 12 Tahun Penjara

Terdakwa Agus Buntung saat menjalani sidang.--
KORANHARIANMUBA.COM – Pengadilan Negeri (PN) Mataram menggelar sidang perdana kasus pelecehan seksual dengan terdakwa I Wayan Agus Suartama, yang dikenal publik sebagai Agus Buntung. Sidang yang digelar tertutup ini beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas, didakwa atas dugaan pelecehan seksual terhadap belasan perempuan. JPU mendakwa Agus berdasarkan Pasal 6 huruf a dan c juncto Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 300 juta.
“Kami menyusun dakwaan secara subsideritas, dengan dakwaan primer hingga lebih subsider. Penentuan dakwaan yang terbukti akan diputuskan majelis hakim di akhir persidangan,” ujar Humas PN Mataram, Lalu Moh Sandi Iramaya.
Dalam sidang, Agus Buntung menyampaikan keluhan terkait fasilitas di Lapas Kelas IIA Lombok Barat yang disebut tidak ramah untuk penyandang disabilitas. Ia juga mengaku mengalami ancaman dan bullying dari sesama tahanan.
BACA JUGA:Pria di Desa Pulau Geronggang Jadi Korban Penusukan Pisau Beracun, Tiga Pelaku Masih Berkeliaran
BACA JUGA:Personel Biro SDM Polda Sumsel Salurkan Sembako di 2 Kawasan Slum Area
“Saya tidak mendapatkan hak-hak dasar sebagai penyandang disabilitas. Fasilitas lapas tidak memadai, dan saya sering merasa tidak aman,” ungkap Agus.
Kuasa hukumnya, Dr. Ainudin, mengajukan permohonan penangguhan penahanan menjadi tahanan rumah atau kota, mengingat kondisi kliennya yang memerlukan perhatian khusus. Namun, JPU menolak permohonan tersebut, dan keputusan kini berada di tangan majelis hakim.
Sidang juga diwarnai insiden emosional di luar ruang pengadilan. Ibunda terdakwa, Ni Gusti Ayu Ari Padni, pingsan di halaman PN Mataram usai sidang. Bagian belakang kepalanya terluka akibat terbentur paving blok. Ia langsung dilarikan ke RSUD Bhayangkara Mataram untuk mendapatkan perawatan.
Kasus ini menarik perhatian publik dan memicu diskusi luas. Kukuh Dwi Kurniawan, SH., MH., dosen Hukum dari Universitas Muhammadiyah Malang, menekankan pentingnya asas kesetaraan di mata hukum.
“Status penyandang disabilitas tidak menghapus tanggung jawab atas tindak pidana. Namun, sistem peradilan juga harus menjamin perlakuan manusiawi terhadap mereka,” ujar Kukuh.
Sementara itu, warganet di media sosial menanggapi kasus ini dengan beragam komentar, dari kecaman keras hingga sindiran tajam terhadap sikap Agus.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis, 23 Januari 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi. JPU berencana menghadirkan lima saksi untuk memperkuat dakwaan.
Kuasa hukum Agus tetap bersikukuh memperjuangkan perlakuan manusiawi bagi kliennya, sambil menekankan pentingnya pendampingan profesional selama proses hukum berlangsung.