Ada Maksuba, Ini Kue kue Basah Khas Palembang

Kue Maksuba--

KORANHARIANMUBA.COM,-  Kue kue basah ini kerap disajikan pada saat hari lebaran, bagi warga Palembang tentu tidak asing lagi,  

Ragam jenis dan penamaan kue basah disajikan, mulai dari Maksuba, Engkak Ketan, Kue Suri dan lain sebagainya.

Untuk lebih lengkapnya berikut kue basah khas Palembang, dilansir dari Sumeks.co

1. Maksuba

Salah satu kue tradisional asal Palembang yang tidak boleh dilewatkan saat menggelar acara adalah maksuba. 

Di tempat aslinya, maksuba menjadi kue spesial untuk dibawa sebagai hantaran calon pengantin laki-laki saat berkunjung ke kediaman calon pengantin perempuan.

Kue ini hampir mirip dengan kojo yang juga merupakan kue tradisional asal Palembang, Hanya saja maksuba mengandung susu dan tidak berwarna hijau. 

Sekilas, kue ini mirip dengan kue lapis legit yang memiliki warna kuning dan coklat.

Keunikan kue maksuba ada pada telurnya yang menggunakan telur bebek, manfaat dari telur ini bisa membuat tekstur kue terasa pulen, padat dan nikmat. 

Dalam satu kali pembuatan kira-kira dibutuhkan 28 hingga 30 butir telur bebek.

Dalam membuatnya, dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang menjadi kunci keberhasilan. 

Apalagi jika dimasak menggunakan pemanggang tradisional berbahan kayu bakar atau arang kayu. 

Sebab, pembuatnya perlu menjaga agar kue tidak gosong dan memperhatikan apinya supaya terus menyala dan stabil.

Pada zaman dahulu kaala, kue maksuba ini hanya bisa dibuat oleh juru masak tradisional di Palembang yang disebut dengan istilah Panggong. 

Konon, Panggong mewarisi kemampuan memasak kue secara turun temurun, namun sekarang siapa saja sudah bisa membuat kue lezat nan lembut satu ini.

Biasanya, satu loyang maksuba dapat terbagi menjadi 15 kue yang dihasilkan dari proses selama 3 jam. 

Karena prosesnya yang panjang, maka kue satu ini dijual dengan harga yang cukup mahal, yakni Rp 200 ribu hingga 350 ribu per loyang.

BACA JUGA:Kue Kering Lidah Kucing, Ini Asal Usulnya

BACA JUGA:Hasilnya lembut dan Anti Gagal, Begini Membuat Kue Nastar

BACA JUGA:Anda Suka Kue Kering Lidah Kucing yang Dikenal Renyah, Ini Resepnya

2. Engkak Ketan

Kue Engkak Ketan adalah kue tradisional yang populer di daerah khususnya di Provinsi Sumatera Selatan. 

Kue Engkak Ketan  merupakan kue ketan lapis seperti Kue Lapis Legit tetapi lebih lembut dan tahan lama.

Kue Engkak ini berbahan dasar mentega dan telur, dan proses memasaknya cukup lama karena dengan cara memanggang dengan menggunakan loyang secara berlapis-lapis, oleh sebab itu Kue Engkak sangat lembut dan tahan lama.

Berbeda dengan kue lapis legit yang umumnya terbuat dari bahan dasar tepung terigu, kue ini menggunakan ketan sebagai bahan utamanya. 

Ketan memberikan tekstur yang kenyal namun lembut, dan dipadukan dengan rasa manis yang pas.

Warna kue ini cukup menarik, dengan lapisan cokelat yang berkontras dengan lapisan kuningnya. 

Meskipun menggunakan ketan, kue ini tidak lengket saat dimakan karena santan juga digunakan dalam pembuatannya. 

Santan memberikan kelembutan pada tekstur kue dan menghindarkan rasa lengket yang tidak diinginkan.

Engkak Ketan sering disajikan dalam acara-acara besar, seperti perayaan hari raya atau perhelatan tradisional. 

Namun, kini kue ini juga bisa dinikmati kapan pun tanpa harus menunggu acara khusus. 

Kesederhanaan bahan-bahannya membuat kue ini cukup populer di kalangan penggemar kue tradisional.

3. Kue Suri

Tidak banyak informasi mengenai kue khas Palembang yang satu ini, hanya saja "Suri" dalam bahasa Palembang yang diartikan "Sisir".

Ya, karena bentuk dari kue ini agak sedikit unik berongga pada dalam kue menyerupai bentuk sisir untuk merapikan rambut.

Belum diketahui juga asal muasalnya penamaan dari Kue Suri ini.

Ada beberapa informasi, Kue Suri ini mirip seperti kue Bika Ambon dan hal itulah hingga banyak orang menyebutnya kue Bima Ambon khas Palembang.

Bedanya, Kue Suri tidak beraroma jeruk seperti Bika Ambon, tidak diberi bubuk kunyit atau pewarna seperti Bika Ambon.

Tidak hanya itu saja, tepung yang digunakan pada Kue Suri hanya tepung terigu saja sedangkan Bika Ambon ditambah dengan tepung terigu.

Serta Kue Suri tidak menggunakan santan dalam campuran bahannya hanya menggunakan susu kental manis saja.

4. Kue 8 Jam

Sesuai dengan namanya, proses pembuatan kue ini membutuhkan waktu delapan jam untuk pengukusan, tidak boleh lebih maupun kurang.

Ciri kue yang satu ini yakni warna coklat kekuningan dengan pori–pori kecil yang tampak pada tiap potongannya. Teksturnya sendiri lembut dan agak sedikit kenyal. Ketika sampai di lidah, rasa legit dengan sensasi bSelain cita rasanya yang lezat, kue ini juga mengandung nilai kehidupan yang menjadi pegangan masyarakat Palembang pada zaman dahulu.asah akan 'pecah' di mulut dengan kenikmatan yang tiada duanya.

Pada zaman dahulu, kue 8 jam ini hanya diperuntukkan masyarakat kelas atas. 

Hal itu karena bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kue delapan jam cukup mahal.

Sebenarnya, bahan kue delapan jam cukup sederhana, seperti telur, margarin, kental manis, dan gula.

Hanya saja, jumlah telur yang dibutuhkan untuk kue ini setidaknya haruslah 20 butir. 

Bahan ini termasuk cukup mahal pada zaman dahulu, apalagi telur menjadi pilihan utama untuk lauk pauk masyarakat menengah ke bawah.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, hampir semua lapisan masyarakat sudah bisa menikmati kue ini. 

Bahan-bahannya pun sudah sangat mudah untuk didapatkan.

Kue ini kerap jadi hidangan utama ketika hari besar atau perayaan tertentu. 

Jika kamu datang ke Palembang ketika bulan puasa atau Idul Fitri, sebagian besar rumah akan menyediakan kudapan ini.

Di sisi lain, kue delapan jam juga menjadi Warisan Budaya Tak benda (WBTb) dari Sumatra Selatan yang kaya akan nilai filosofis mengenai kehidupan dan ketuhanan.

Diketahui, nilai tersebut bisa tersirat dari proses pembuatannya yang memakan waktu berjam-jam, dan memiliki arti bahwa kehidupan harus dijalani dengan sabar sebelum mencapai tujuan.

Sementara itu, jika ada yang mencoba untuk mengukus kue ini dengan waktu kurang dari 8 jam, maka cita rasanya pun tidak akan maksimal. Bahkan kue basah ini akan menjadi lembek dan tidak berpori.

Selanjutnya dari segi penamaan, pemilihan waktu delapan jam ini juga mempunyai alasan. Sejarawan Palembang, Mang Amin mengatakan bahwa penamaan delapan jam pada kue tersebut ada kaitannya dengan pembagian waktu dalam hidup.

Di mana, dalam 24 jam waktu dalam sehari itu setidaknya manusia harus membaginya dengan 3 kegiatan yang berbeda selama 8 jam, yaitu 8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk istirahat, dan 8 jam untuk beribadah.

Kemudian untuk angka 8 juga melambangkan jumlah orang yang mengangkat keranda manusia ketika ia tutup usia nanti. 

Artinya, manusia itu harus senantiasi ingat bahwa hidup di dunia hanyalah sementara.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan