Himbau Hindari Politik Uang di Pilkada Serentak
Pendapat (foto ist)--
Demokrasi di Indonesia, meski telah berlangsung lebih dari dua dekade, masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya adalah praktik politik uang. Fenomena ini tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tapi juga mengakibatkan munculnya masyarakat yang semakin materialistis.
Salah satu penyebab utama praktik politik uang, adalah kultur politik yang sudah mengakar dalam masyarakat. Banyak orang di Indonesia menganggap bahwa imbalan material adalah hal yang wajar dalam politik.
Ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dan kondisi sosial-ekonomi juga berkontribusi pada munculnya praktik politik uang. Dengan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, terutama di daerah-daerah tertentu, masyarakat merasa bahwa mereka perlu memanfaatkan peluang yang ada untuk mendapatkan imbalan.
Dalam kondisi ini, pemilih lebih cenderung memilih calon yang menawarkan imbalan, karena mereka beranggapan bahwa hal itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keuntungan. “Keterbatasan akses terhadap informasi yang berkualitas juga menjadi factor penyebab,” katanya.
Banyak masyarakat, terutama di daerah terpencil, tidak memiliki akses yang memadai untuk mendapatkan informasi tentang calon pemimpin dan program-program mereka. “Ketidakpahaman ini membuat mereka lebih rentan terhadap tawaran imbalan,” ulasnya
Penegakan hukum yang lemah terhadap praktik politik uang, juga berkontribusi pada meluasnya fenomena ini. Meskipun ada undang-undang yang mengatur larangan politik uang, dalam praktiknya banyak pelanggaran yang tidak ditindaklanjuti.
BACA JUGA:Empat Pemain Baru Masuk Skuad Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2024
BACA JUGA:Kementerian Perhubungan Siapkan Penurunan Harga Tiket Pesawat Menjelang Nataru 2024
Menurut laporan Bawaslu, hanya sekitar 15 persen dari kasus dugaan politik uang yang berhasil diproses secara hukum (Bawaslu, 2022). Hal ini menciptakan impunitas bagi para pelanggar dan semakin memperkuat budaya materialistis.
Praktik politik uang yang terus berlangsung berdampak signifikan terhadap kualitas demokrasi. Pertama, pemilih yang tergoda oleh imbalan materi cenderung mengabaikan kualitas dan integritas calon pemimpin. Hal ini berpotensi menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten, sehingga dapat memperburuk kondisisosial, ekonomi, dan politik di negara ini.
Kedua, adanya praktik politik uang menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan. Calon-calon yang memiliki sumber daya lebih besar mendapatkan keuntungan tidak adil, sehingga mengurangi peluang bagi calon yang lebih baik tetapi tidak memiliki kekuatan finansial.
Ketiga, budaya materialisme ini dapat menimbulkan apatisme di kalangan pemilih yang merasa bahwa suara mereka tidak berarti jika harus ditebus dengan uang. Hal ini dapat mengakibatkan partisipasi politik yang rendah, yang pada akhirnya melemahkan legitimasi sistem demokrasi itu sendiri.
Salah satu langkah penting untuk mengatasi praktik politik uang adalah melalui pendidikan politik. Masyarakat perlu diajarkan tentang pentingnya partisipasi politik yang berdasarkan pada pengetahuan dan visi calon pemimpin.
Program-program literasi politik yang menyasar generasi muda harus digalakkan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Menurut sebuah penelitian oleh United Nations Development Programme (UNDP), pendidikan politik dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi.
Pemerintah dan lembaga terkait harus memperkuat regulasi mengenai politik uang. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran harus dilakukan untuk memberikan efek jera. Kampanye anti-politik uang yang masif juga perlu digalakkan, melibatkan masyarakat dan berbagai elemen, termasuk media.