Menkeu RI Keluarkan Surat Penting! Jalankan Inpres Efesiensi Anggaran hingga 50 Persen, Apa Saja?

Presiden RI Prabowo Subianto pernah memerintahkan kepada jajaran untuk melakukan efesiensi anggaran negara pada tahun 2025 ini (Foto JPNN)--

KORANHARIANMUBA.COM – Guna menjalankan Intruksi Presiden (Inpres) melakukan efesiensi anggaran negara pada tahun 2025. Apa Saja?

Inpres tersebut ditujukan kepada seluruh kepala daerh, Gubernur, Bupati dan wali kota Se-Indonesia untuk melakukan penghematan anggaran hingga 50 persen.

Presiden Repbulik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, dalam Intruksinya kepada Gubernur, bupati, dan wali kota diminta untuk membatasi belanja seremonial, studi banding, dan perjalanan dinas, dengan pengurangan perjalanan dinas hingga 50 persen.

BACA JUGA:Pj Gubernur Elen Setiadi Launching Aplikasi Pengelolaan Keuangan BLUD Berbasis Sistem Informasi Terintegrasi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pun langsung menanggapi kemauan kepala negara ini dengan mengeluarkan surat penting ke jajaran Kabinet Merah Putih terkait penghematan anggaran.

Surat tersebut untuk memerintahkan kementerian dan lembaga untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja.

Dalam surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang dikutip di Jakarta, Selasa 29 Januari 2025, Menkeu menyatakan surat tersebut merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.

Lewat Inpres itu, Presiden Prabowo Subianto meminta K/L untuk mengefisiensikan anggaran hingga Rp 256,1 triliun. Guna mengakomodasi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.

Perinciannya, pos belanja alat tulis kantor (ATK) diminta untuk diefisiensikan sebesar 90 persen, kegiatan seremonial 56,9 persen, rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen, kajian dan analisis 51,5 persen, diklat dan bimtek 29 persen, serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen. Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen, sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen, lisensi aplikasi 21,6 persen, jasa konsultan 45,7 persen, bantuan pemerintah 16,7 persen,

Selanjutnya, pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen, perjalanan dinas 53,9 persen, peralatan dan mesin 28 persen, infrastruktur 34,3 persen, serta belanja lainnya 59,1 persen.

BACA JUGA:Pemprov Sumsel Meresmikan Sekretariat Bersama Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah

Untuk mekanismenya, menteri/pimpinan lembaga dapat melakukan identifikasi rencana efisiensi sesuai persentase yang telah ditetapkan.

Efisiensi itu mencakup belanja operasional dan non-operasional.

Sri Mulyani menegaskan identifikasi rencana efisiensi itu tidak termasuk belanja pegawai dan bantuan sosial.

Bendahara pemerintah ini pun meminta menteri dan pemimpin lembaga untuk memprioritaskan efisiensi terhadap anggaran di luar yang bersumber dari pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping (kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran 2025), penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU) kecuali yang disetor ke kas negara TA 2025, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underlying asset dalam rangka penerbitan SBSN.

Menteri dan pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 14 Februari 2025.

Bila sampai batas waktu yang ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.

BACA JUGA:Yes, Kabar Baik, Presiden Prabowo Sampaikan Realisasi Kenaikan Gaji

Diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto mengarahkan sejumlah pejabat negara, mulai dari para Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, hingga Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk melaksanakan langkah-langkah penghematan anggaran di berbagai sektor.

Poin pokok dari arahan Inpres tersebut, yakni penetapan target efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, terdiri atas Rp 256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga, Rp 50,59 triliun dari transfer ke daerah.

Presiden Prabowo juga menginstruksikan pembatasan belanja non-prioritas.

Dalam instruksinya, Prabowo mengarahkan seluruh kementerian/lembaga untuk fokus pada kinerja pelayanan publik. Anggaran harus difokuskan pada peningkatan pelayanan publik, tidak sekadar pemerataan antarperangkat daerah atau berdasarkan pola anggaran tahun sebelumnya. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan