Tiga Terdakwa Dugaan 'Mafia Tanah' Aset Yayasan Batanghari Sembilan Pasrah
Didakwa Korupsi Rp 10,6 Miliar (foto ist).--
Atas perbuatannya para terdakwa pun disangkakan oleh JPU telah melanggar ketentuan dalam Pasal 2 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang-2 KUHP.
Khusus untuk terdakwa Derita Kurniati dan dan Eti Mulyati selalu oknum notaris ditambah dengan dakwaan melanggar Pasal 56 Ke 2 KUHP.
BACA JUGA:Ini Sederet Prestasi dan Keberhasilan Jajaran Polda Sumsel
BACA JUGA:Karate Gajah Sora Tampil Memukau di Polres OKI
Saat diminta tanggapan alasan mengajukan eksepsi, Grace Selly penasihat hukum terdakwa Derita Kurniati tidak banyak berkomentar.
Ia mengatakan upaya hukum eksepsi itu diajukan adalah hak dari kliennya, sebagaimana diatur dalam KUHAP.
"Eksepsi biasa karena sebagaimana diatur dalam KUHAP," singkatnya.
Penyidikan perkara ini bermula, adanya sengketa tanah dan bangunan asrama terletak di Jalan Puntadewa nomor 9 Wirobrojan Jogjakarta yang telah terjadi sejak tahun 2015.
Sebagaimana dilansir dari akun media sosial @pondok_mesudji, membeberkan sesuai dengan namanya asrama Pondok Mesudji ini telah dibangun pada tahun 1952 silam.
Dibangunnya asrama Pondok Mesudji bertujuan sebagai rumah singgah sementara bagi mahasiswa asal Sumsel yang sedang menuntut ilmu di beberapa universitas di Jogjakarta.
Diketahui juga, sejak pendirian bangunan asrama Pondok Mesudji ini sendiri adalah dibawah naungan Yayasan Pendidikan Batanghari Sembilan.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu tepatnya pada sekira tahun 2015 silam, diduga oknum mafia tanah telah memalsukan dokumen yayasan serta sertifikat.
Hingga pada akhirnya, dugaan pembuatan dokumen dan sertifikat palsu tersebut berujung penjualan aset tanah serta bangunan asrama mahasiswa Sumsel.
Berbagai upaya hukum pun dilakukan, dan terjadi saling klaim antara pihak pengurus Yayasan dengan pihak-pihak lain terhadap status kepemilikan tanah dan bangunan asrama Pondok Mesudji. (*)