Lupa Niat Berpuasa, Sahkah Puasa Ramadhan?

Minggu 24 Mar 2024 - 21:23 WIB
Reporter : Boim
Editor : Imran

HARIANMUBA.BACAKORAN.CO - Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. keberadaan bulan Ramadhan juga disebut sebagai bulan Al-Qur’an. 

Bukan hanya karena diturunkan Alquran di bulan Ramadhan juga pada Bulan Ramadhan pula biasanya umat Islam lebih ramai dan lebih sering membaca Al-Qur’an. 

Pada Bulan Ramadhan mereka lebih banyak mengkhatamkan Al-Qur’an dibandingkan dengan pada bulan-bulan lain. Nah dikutip dari laman NU ONLINE Lampung.

Itulah yang dilakukan generasi salafush-shalih sejak era Sahabat, Tabi'in, Tabi' at-Tabi'in dan generasi setelah mereka hingga saat ini. 

BACA JUGA:Yes Luar Biasa, Pj Bupati Apriyadi Umumkan Tahun 2024 ini Listrik MEP Beralih ke PLN

BACA JUGA:Matangkan Persiapan Jadi Tuan Rumah PORPROV dan PEPAPROV Tahun 2025

Fenomena ini sebagaimana yang  telah diteladankan oleh Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. berkata, “Jibril (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi saw. setiap tahun sekali (khatam selama Ramadhan). Pada tahun beliau menjelang wafat, dua kali khatam (selama Ramadhan).” (HR al-Bukhari). 

Sangat banyak kelebihan dan keistimewaan bulan Ramadhan, kita berlomba meraihnya. Terlepas dari itu, meskipun banyaknya fadhilah dan kelebihan yang dimiliki Ramadhan, namun ibadah Ramadhan tanpa dilandasi dengan niat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, tentunya puasa Ramadhan juga tidak berarti. Sebagaimana ibadah-ibadah lain, niat menjadi rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadhan. Niat adalah i’tikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan. 

Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’i sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. (al-Fiqh al-Islami, III, 1670-1678). 

Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut. Talaffudh berguna dalam memantapkan i’tikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.

BACA JUGA:Sejumlah Pemain Timnas Indonesia Dibekap Cedera Jelang Lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026

BACA JUGA:Momen Ramadan dan Lebaran, Pastikan Stok Energi Tercukupi dengan Baik

Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mencukupi syarat dan rukun. Sahnya puasa Ramadhan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar, sebagai rukun pertama. Keterangan ini sebagaimana hadis Nabi saw: “Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad). 

Berdasarkan dari hadis tersebut, sangat jelas bahwa orang yang tidak niat puasa fardlu di malam harinya, maka puasanya tidak sah. Namun, bagaimana jika ada seseorang yang lupa berniat di malam harinya, tetapi dia makan sahur, apakah dengan makan sahur tersebut sudah mewakili niatnya yang tak terbersitkan di dalam hati?

Al Alim al Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, murid imam ahli fiqh, Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Fathul Mu’in telah membahas permasalahan ini. Ia mengatakan: “Makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat, meskipun ia makan sahur bermaksud agar kuat melaksanakan puasa. Dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa karena khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat.” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, kitab Fathul Mu’in)

Kategori :