Surat Peralihan Aset Yayasan Batanghari Sembilan Dipalsukan

Senin 29 Jul 2024 - 20:14 WIB
Reporter : Boim
Editor : Imran

"Dan yang satunya yang diduga dipalsukan itu, untuk penanggalannya dibuat dengan ketikan komputer," sebut Kurniawan.

Dan yang keempat, surat yang asli menyebutkan bahwa tanah yang dipertanyakan oleh pengurus Yayasan Batanghari Sembilan yang ada di Mayor Ruslan itu bukan termasuk aset Pemkot Palembang.

Keterangan dari saksi Kurniawan yang pernah menjabat sebagai Kadiskominfo ini pun turut diamini oleh dua saksi lainnya yang turut hadir didalam ruang sidang.

Dua saksi lainnya yakni, Fahmi Fadillah dan Aris Satria yang mengakui memparaf notulen hasil rapat tersebut membenarkan adanya 4 perbedaan surat yang dikeluarkan Pemkot Palembang dengan surat yang dijadikan acuan dasar proses peralihan aset oleh pengurus Yayasan Batanghari Sembilan saat itu.

Hingga saat ini, sidang masih terus berlangsung dengan mencecar para saksi secara bergilir untuk dimintai keterangan terkait proses peralihan aset yang diduga dilakukan oleh para terdakwa.

Diketahui dalam sidang sebelumnya empat terdakwa dalam perkara tersebut, yakni Zurike Takarada, Ngesti Widodo (Pegawai BPN Yogyakarta), Derita Kurniawati (notaris) dan Eti Mulyati (notaris), didakwa Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel dan JPU Kejari Palembang telah merugikan negara Rp 10,6 miliar atau Rp 10.628.905.000.

Dakwaan keempat terdakwa dibacakan Tim Jaksa Penuntut Umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palembang Kelas 1 A Khusus yang diketuai Majelis Hakim Efiyanto SH MH.

Rincinya, keempat terdakwa melakukan pengalihan hak atas set dari Yayasan Batanghari Sembilan kepada Yayasan Batanghari Sembilan Sumsel.

Selain itu, keempatnya juga diduga secara bersama-sama menjual asset Yayasan Batanghari Sembilan berupa tanah dan bangunan asrama mahasiswa Sumsel "Pondok Mesudji".

Masih didalam dakwaan JPU, bahwa perbuatan para terdakwa telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Singkatnya, modus perkara yang dilakukan oleh para tersangka, yaitu Eti Mulyati dan Derita Kurniati selalu notaris diduga telah membuat perikatan jual beli dengan tersangka Zurike Takarada sebagai kuasa Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan.

Yang mana dalam hal ini merugikan keuangan negara pada pemerintahan provinsi sumsel sebesar Rp10,6 miliar lebih atau tepatnya Rp.10.628.905.000,00,-.

Masih dalam dakwaan JPU, pada perkara ini perbuatan terdakwa Zurike Takarada dan Ngesti Widodo didakwa melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Atau subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Kemudian untuk terdakwa Derita Kurniawati dan Eti Mulyati didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-2 KUHPidana. 

Atau Subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 56 Ke-2 KUHPidana.

Kategori :