Harga Karet Anjlok Pasca Lebaran, Petani OKU Timur Jerit: "Ini Soal Hidup dan Mati Kami!"

Karet (ist)--
KORANHARIANMUBA.COM,- Kabar pahit menghantam para petani karet di Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan, pasca perayaan Idulfitri 1446 H.
Harga jual getah karet di tingkat petani mengalami penurunan signifikan, memukul keras perekonomian masyarakat yang bergantung pada komoditas ini.
Jika sebelumnya harga karet sempat menggembirakan di angka Rp14.000 per kilogram, kini merosot tajam menjadi Rp11.000 hingga Rp11.500 per kilogram.
Penurunan harga ini terjadi di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu dan biaya hidup yang terus meningkat, menambah beban berat bagi para petani.
BACA JUGA:Perusahaan dan Warga Atasi Kerusakan Parah Jalan Provinsi Sekayu–PALI, Akses Kembali Lancar
BACA JUGA:Petinggi Perusahaan di Tungkal Jaya Ditahan Polisi Terkait Dugaan Penganiayaan Fatal
Slamet (40), seorang petani karet dari Kecamatan Belitang, OKU Timur, mengungkapkan keprihatinannya. Dengan lahan seluas satu hektare, hasil sadapannya hanya berkisar antara 40 hingga 50 kilogram per minggu. Dengan harga saat ini, ia hanya mampu membawa pulang sekitar Rp500 ribu, jauh menurun dibandingkan penghasilan sebelum Lebaran yang bisa mencapai Rp700 ribu per minggu saat cuaca mendukung.
"Dulu sebelum Lebaran, kalau cuaca bagus dan bisa menyadap setiap hari, penghasilan lumayan. Sekarang segini saja, sementara kebutuhan hidup terus naik," ujarnya dengan nada lesu, Kamis 17 April 2025 saat ditemui di Martapura.
Slamet menceritakan perjuangannya setiap hari, berangkat subuh demi menyadap getah di kebunnya, menghadapi dinginnya kabut dan teriknya matahari. "Kami kerja dari pagi buta sampai siang, badan sering sakit semua. Tapi hasil jual karetnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Anak butuh biaya sekolah, harga pupuk dan racun rumput juga mahal. Kalau harga karet terus seperti ini, kami tidak tahu bagaimana bisa bertahan," keluhnya.
BACA JUGA:Jangan Remehkan Daun Jeruk Nipis: Segudang Khasiat Alami yang Jarang Diketahui
BACA JUGA:Dorong Percepatan Pembangunan Infrasturktur Lahat, Ini Dilakukan
Ia sangat berharap adanya perhatian serius dari pemerintah agar harga karet kembali stabil dan tidak terus menurun. Baginya dan petani lainnya, harga karet bukan sekadar angka ekonomi, melainkan penentu kelangsungan hidup. "Kami hanya meminta harga yang stabil, jangan naik turun tidak jelas seperti ini. Bagi kami, harga karet itu urusan hidup dan mati. Kalau harganya jatuh, kami juga ikut terpuruk," ucapnya dengan penuh harap.
Senada dengan Slamet, Sunardi (45), petani karet asal Martapura, juga merasakan dampak buruk dari penurunan harga ini. Ia mengaku kesulitan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga hanya dari hasil menyadap karet. "Sekarang ini, hasil dari kebun hanya cukup untuk makan saja. Itu pun kadang pas-pasan. Untuk biaya sekolah anak, beli pupuk, dan perawatan kebun, belum tentu cukup," katanya.
Cuaca yang tidak bersahabat juga menjadi kendala tambahan. Hujan yang sering turun di pagi hari mengharuskan para petani menghentikan aktivitas menyadap, yang secara otomatis mengurangi hasil panen.