Tenaga Non-ASN Tidak Masuk Pendataan BKN, Bukan Bearti Bodong, Tapi?
Ilustrasi Honorer (Foto JPNN).--
Hasilnya, tidak semuanya memenuhi kriteria yang dipersyaratkan sebagaimana Surat Edaran Nomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022.
"Mungkin tenaga non-ASN ini bukan bodong, ya, tetapi tidak sesuai kriteria, " kata Deputi Suharmen.
Ditanya berapa honorer yang tidak memenuhi kriteria tersebut, dia mengungkapkan tidak bisa menginformasikan karena merupakan kewenangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Begitu juga saat ditanya kapan pendaftaran PPPK 2024 dibuka karena validasi data sudah selesai, Deputi Suharmen kembali menyatakan itu kewenangan KemenPAN-RB.
"Belum tahu saya kapan dibuka, karena itu kewenangan KemenPAN-RB,” ucapnya.
BKN mendapatkan mandat dari Pelaksana tugas (Plt) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Mahfud MD untuk menyiapkan sistem pendataan honorer yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022.
Pendataan honorer itu kemudian dijadikan database tenaga non-ASN. Dalam SE MenPAN-RB tentang Pendataan Honorer, masing-masing pejabat pembina kepegawaian (PPK) diwajibkan melakukan pemetaan data tenaga non-ASN melalui sistem aplikasi yang dibuat BKN.
Dalam SE MenPANRB ada lima kriteria pegawai non-ASN yang masuk pendataan BKN, yaitu:
1. Berstatus tenaga honorer K2 yang terdaftar dalam database BKN dan pegawai non-ASN yang telah bekerja pada instansi pemerintah.
2. Mendapatkan honorarium dengan mekanisme pembayaran langsung. Sumber honornya berasal dari APBN untuk Instansi pusat dan APBD untuk Instansi daerah. Bukan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa, baik individu maupun pihak ketiga.
3. Diangkat paling rendah oleh pimpinan unit kerja.
4. Telah bekerja paling singkat satu tahun pada 31 Desember 2021.
5. Berusia paling rendah 20 tahun paling tinggi 56 tahun pada 31 Desember 2021. Setiap instansi yang mengajukan data honorer pun, tambah Suharmen, harus melengkapinya dengan surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM). (*) Artikel ini telah tayang di JPNN.